Sabar, Milenium Bali 79 Tahun Lagi

Kaum pedagang hanya menjadikan Bali sebagai merek dagang dengan isu milenium. Dijual mahal dengan aneka paket glamor. Di sisi lain, orang Bali sendiri hanya milu-milu tuung milenium. Padahal, milenium Bali baru tiba 79 tahun lagi.  
   
Alangkah dahsyat sihir milenium. Seluruh jagat pun terpukau. Aneka barang dagangan sontak dikait-kaitkan dengan milenium. Dari motor hingga sandal jepit pun berlabel milenium. Pameran dagang sampai diskon pasar swalayan tak urung mengait-ngaitkan diri dengan milenium. Dunia gaduh, riuh. Orang-orang berceloteh perihal satu kata yang sama: milenium. Inilah dia akhir tahun yang paling hingar bingar. Orang sunguh-sungguh dibuat mabuk dan bergoyang-goyang.  


Adakah kata yang lebih kuat daya sihirnya kini selain milenium? "Ah, orang-orang kebanyakan hanya milu-milu tuung. Milenium-mileniuman, itu terlalu ngae-ngae," sembur Ngurah Pong, tokoh Puri Jero Kuta, Denpasar, yang juga dikenal sebagai 'orang tinju' di Bali ini, sengit.  

Ketua Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Bali, I Gede Wiratha, bahkan menuding isu milenium itu hanya ulah para produsen komputer untuk melariskan komputer dagangannya. "Itu hanya taktik dagang, biar laris," tepisnya, terkekeh-kekeh.   

Wiratha maupun Ngurah Pong, tidak berlebihan, tentu. Kalau dirunut-runut, tempik sorai orang-orang sejagat membicarakan milenium tampak memang dipicu kalangan industri komputer.  

Si komputer diprogram hanya bisa membaca angka tahun dua digit. Tahun 1999, misalnya, hanya dibaca 99. Maka, manakala tahun telah menginjak angka 2000, pada pukul 00.00 tanggal 1 Januari 2000, komputer pun bingung. Tahun 2000 hanya dibaca 00. Maksudnya belum tentu angka 2000, bisa saja 1900 yang juga berakhir dua nol. Ini dinamakan sebagai ancaman millenium bug, si kutu milenium.  

Mereka terbiasa dengan teknologi canggih itu pun panik. Kiat-kiat membinasakan si kutu milenium dijajakan meluas. Duit-duit dihamburkan untuk memberantas si kutu. Ahli-ahli komputer dikerahkan untuk mengatasi kemungkinan kekacauan sistem otomatis yang dikendalikan kompu-ter. 'Si kutu' diburu, dikepung ramai-ramai. Media cetak dan elektronik membombardir informasi ancaman si kutu. Dunia yang mengaku diri maju, seperti Amerika Serikat pun mengkotak-kotakkan suatu negara ke dalam peringkat-peringkat berdasarkan kesiapannya mengatasi si kutu. Makin siap suatu negara menangkis serangan si kutu, makin tinggi pula peringkatnya.  

"Konyol sekali kita. Manusia membikin komputer, eh kini manusia dibikin panik oleh komputer. Masak kita mau dikalahkan komputer," sindir Gede Wiratha terpingkal-pingkal. Karenanya, Wiratha mengaku tak ambil pusing dengan gembar-gembor millennium bug itu. "Kepala saya justru pusing oleh kerusuhan 20-21 Oktober 1999 lalu yang membikin citra pariwisata Bali ambruk," ujarnya, tanpa tawa. Agak-nya ia lebih yakin, seretnya wisatawan dolan ke Bali belakangan ini lebih disebabkan oleh kerusuhan Oktober itu tinimbang kekhawatiran kekacauan komputer reservasi di hotel-hotel atau pe-nerbangan oleh ulah millenium bug itu tadi.  

Entah sepakat ulah demikian konyol atau tidak, nyatanya orang-orang ciut bila dikatakan tak siap mengatasi si kutu. Maka, selain mengeluarkan duit milyaran buat mengatasi si kutu, kalangan swasta masih pula harus merogoh kocek. Kali ini buat mengiklankan diri: telah bebas ancaman si kutu milenium. Tak cukup sekali, pengiklanan diri ini dilakukan sampai berkali-kali. Tak juga cukup setengah halaman, bahkan ada hingga penuh satu halaman surat kabar. Terutama kalangan perbankan. Isinya, tentu saja meyakinkan para konsumen masing-masing: perusahaan bersangkutan telah siap mengenyahkan ancaman si kutu. Agar nasabah tak menarik uang mereka.  

Hasilnya? Setelah 31 Desember 1999 dilepas ke tanggal 1 Januari 2000, semua-nya aman-aman saja. Kekacauan tak terbukti. Kepanikan lenyap. Entah, apakah manakala tahun berakhir dengan empat nol alias tahun 10000 (sepuluh ribu) nanti kepanikan serupa bakal terjadi lebih dahsyat lagi. Entah, bagaimana pula saat tahun berakhir lima nol (tahun 100000, seratus ribu), apakah komputer sudah disiapkan untuk membaca angka tahun seperti itu. 

Tentu saja 'wabah' komputer demikian tak ada kaaitannya dengan pergantian milenium versi kalender. Dalam hitungan kalender Masehi yang berlaku internasional itu, milenium ketiga baru akan mulai tanggal 1 Januari 2001, setahun lagi. Demikian juga abad ke-21, baru akan dimulai bersamaan dengan dimulainya milenium ke-3, 1 Januari 2001. Bukan pada 1 Januari 2000 sebagaimana dielu-elukan. Konyol lagi?  

"Ini namanya histeria berproporsi raksasa, kekeliruan yang diyakini banyak orang sehingga diakui sebagai kebenaran. Sayang disayang, kekeliruan massal ini akan menerbitkan kekecewaan. Mungkin kekeliruan massal ini baru akan disadari Februari 2000 nanti," sindir psikiater Dokter Robert Reverger dalam suatu tulisannya.  
Kekeliruan massal itu juga membelit kalangan tertentu di Bali. Bahkan, daerah yang dipromosikan sangat unik di dunia ini hura-hura menyambut Tahun Baru 2000 dijual mahal, terutama oleh kalangan pariwisata. Ada hotel bikin paket milenium dengan masakan dan suasana khas Bali. Ada biro perjalanan menjual paket liburan milenium dengan menawarkan tempat terindah untuk melihat matahari pertama di tahun 2000. Pihak pengelola Garuda Wisnu Kencana (GWK) di Bukit Pecatu, Badung, merasa perlu 'menjual' Bali dengan acara Artventure yang disiarkan sebuah teve swasta ke mancanegara. Bali di tahun 2000 Masehi bagi para pemilik modal, rupanya, tak lebih dijadikan sebagai merek dagang dengan jaminan laku menggiurkan. Entah-lah, apakah para penikmat dagangan itu merasa dikibuli atau tidak. Yang jelas, mereka senang-senang saja. Banyak yang bersyukur bisa diberi umur panjang, sehingga bisa ikut-ikutan menikmati milenium.  

Kalau toh milenium hendak dirayakan, bagi perupa Nyoman Erawan, hendaklah dijadikan sebuah kesempatan untuk melakukan penyadaran dan perenungan.  

Arkian, apa itu sebenarnya milenium menjadi kabur. Tak jelas lagi pengertiannya. Seorang anak sekolah dasar di Denpasar Selatan merengek-rengek pada ibunya untuk dibelikan tas milenium. Ketika si anak diantar ke pasar swalayan, rengekannya semakin menjadi-jadi. Ia tak cu- kup menuntut dibelikan tas sekolah, tapi balon, sepatu, topi, dan dua batang coklat. Semua barang-barang itu memakai label milenium. 

Latah atau sekadar milu-milu milenium, tak urung, memang mewabah di Bali. Mereka yang milu-milu milenium itu kebanyakan tak kuat akar ke-Baliannya. Artinya, tak mengetahui secara jelas akar dan tradisi budaya Bali. Akibatnya, mereka sekadar latah, ikut-ikutan gebyar hiruk-pikuk. Sementara di pasar-pasar, orang Bali tulen tak terpengaruh milenium. Dagang kucit (anak babi) tetap saja ngadep kucit saat tahun baru. Saat tawur menjelang Nyepi nanti baru mereka melangsungkan pergantian tahun. Ini orang Bali tulen.  

Bali harus lebih bersabar, memang. Hitungan kalender Bali menentukan, pergantian milenium versi Bali baru akan terjadi 79 tahun lagi. Saat itulah tahun 2000 Saka. Pada 1 April 2079 (2000 Saka) akan digelar upacara besar Baligya Marebhu Bhumi. Esoknya, 2 April 2079 dilangsungkan hari Nyepi, sekaligus sebagai penanda tahun baru, 1 Waisaka 2000 Saka. Karena itu, seyogyanya mengingatkan satu sama lain agar jangan milu-milu milenium.  

Jung Iryana, KS, AS 
 

No comments:

Post a Comment