Wuusssss….. I Tundung Lewat

Wuusssss….. I Tundung Lewat
Teruni Tenganan. Wuuusssss....., foto: widnyana sudibyaOrang Tenganan Pegringsingan yakin, selain berkat awig-awig, kelestarian hutan mereka beserta isinya juga karena dijaga ketat oleh seekor ular siluman bernama I Lelipi Selahan Bukit. Sebelum menjadi ular, ia adalah seorang manusia bernama I Tundung. Kisah I Tundung ini tetap menjadi cerita rakyat yang sangat menarik hingga kini.
Alkisah, seorang lelaki bernama I Tundung sehari-hari menjaga kebun milik I Pasek Tenganan di Bukit Kangin. Tegal Pasek, kendati sudah dijaga Tun-dung, sering kecurian. Hari ini nangka yang hilang, besok pasti durian atau nenas yang lenyap.
Tentu Tundung sangat geram. Berhari-hari ia mengintip si pencuri, tetapi selalu saja lolos. Ia pun bersemedi, meminta bantuan Yang Gaib agar  berubah jadi ular (lelipi). Ketekunan tapanya dika-bulkan. I Tundung bisa bersiluman  jadi lelipi.



Suatu hari, I Pasek, karena lama tak besua I Tundung, datang ke kebunnya. Ia kaget karena tak menjumpai I Tun-dung. Berkali-kali ia memanggil I Tundung, tak ada sahutan. Yang ia dengar kemudian adalah bunyi wuuusssssss....... Seekor ular muncul mengagetkan I Pasek. Lelipi itu menyapanya ramah.
“Saya I Tundung, jangan takut, Tuan. Saya memang sengaja berubah ujud jadi ular, dan tak mungkin kembali menjadi manusia. Kebun Tuan akhir-akhir ini selalu diganggu pencuri. Saya marah dan jengkel.  Dengan berujud ular saya lebih leluasa menjaga kebun Tuan. Janganlah Tuan takut.”
Pasek kebingungan, sebab ular itu seperti tahu apa yang tengah ia rasakan. “Janganlah Tuan bingung. Saya akan tetap menjaga ladang Tuan, karena begi- tulah janji saya pada Tuan sejak dulu. Jangan Tuan ragukan janji saya ini.”
Begitulah, sampai sekarang di Tenganan ada ular keramat yang dikenal dengan nama I Lelipi Selahan Bukit (artinya ular di sela bukit), seperti ular piton, sisiknya gagah, warnanya kontras. Jika kena sinar matahari dahinya bercahaya, jalannya agak tegak seperti ular kobra. Jika ada pohon tumbang melintang di tengah jalan, ular itu tak mau lewat di bawah pohon, ia akan lewat di atasnya. Penglihatan dan penciumannya sangat tajam, jarang memperlihatkan diri, kecuali rerahina (hari-hari raya)  tertentu saja. Kalau muncul akan disertai suara wuuusssss....
Ular ini kalau bersuara akan terdengar sampai ke desa. Bau badannya harum, bersarang di tempat-tempat yang jarang didatangi manusia. Tapi ia jarang tinggal di sarangnya. Sebagai penjaga ladang, ia sering patroli. Kalau kebetulan seseorang lewat menjumpainya, biasanya akan menyapa, “Tundung, Tundung, saya hendak lewat, minggirlah, jangan menghalangi jalan saya.” Ular itu pun akan menjauh.
Kalau yang menghadangnya orang jahat (suka mencuri atau merusak tanaman), ia pasti memagutnya. Jika orang itu sadar akan kesalahannya, ia harus segera membuat sesaji dari nasi kepel, segera memakan nasi itu, karena ada kepercayaan, ular itu pantang mematuk orang yang sedang makan. Setelah itu ia harus pergi meng-asingkan diri melewati sungai, tinggal di desa lain sedikitnya sebulan, baru kemudian mungkin ia selamat dari incaran pagutan Lelipi Selahan Bukit.
Dongeng ini mendekam begitu kuat di hati warga Tenganan. Anak-anak dan remaja menyukai kisah ini. Remaja Tenganan diarahkan mengakrabi lingkungan senyata-nuyatanya lewat upacara metruna nyoman.Pesertanya anak belasan tahun. 
Salah satu kegiatannya adalah me-ngunjungi setiap sudut desa, disebut upacara ngiterang ketekung. Mereka diharuskan mendaki bukit-bukit,dididik  mengakrabi beraneka ragam macam ta-naman di hutan, mengenal sawah, tegal, tempat-tempat suci dan keramat. Selama mengikuti upacara ini, mereka dilarang memetik buah apa pun.
AS 

No comments:

Post a Comment