Skip to main content

Posts

Showing posts with the label PARUMAN (Sajian Utama)

Om Swastiastu

SARAD

  Beginilah kami haturkan sembah kami  ke hadapan-Mu,  Hyang Paramakawi .  Karunia beras-Mu  kami tumbuk-tumbuk jadi tepung sari tepung kasih-Mu kami  ulat-ulat  jadi adonan dasar buat persembahan memuja-Mu. Beginilah kami memulai memaknai anugerah-Mu,  Pakulun Hyang Paramakawi , dengan tangan renta ini kami pilin-pilin angkara inderawi yang senantiasa menggoda kelobaan hati kami. Dengan napas terkendali di jagat diri dengan arah pikir memusat ke puncak keberadaan-Mu kami persembahkan kebeningan hati  Maka, jadikanlah jiwa kami damai berkatilah anak cucu kami yang belia berjari lentik itu ketekunan menimba kearifan tradisi merangkai butir demi butir tepung  menjadi untaian persembahan benar mulia, suci, dan indah. .   Maka, inilah  SARAD  persembahan kami  Ampunilah, Duh Hyang, hanya untaian cinta berbentuk  kayonan  cerah  makenyah  kami letakkan di sisi kiri  pamedal genah tawur   di...

Teka-teki Baligya Marebhu Bhumi

Oleh :  Jung Iryana, Ananta Wijaya,  I Ketut Sumarta   Tawur Agung Baligya Marebhu Bhumi patut dipersembahkan pada Tilem Kasanga, 1 April 2079 nanti, sebagai pertanda mulainya milenium 2000 Saka di Bali. Namun sejauh ini belum ditemukan sumber-sumber yang membahas secara rinci tentang tata cara pelaksanaan upacara ini. Dari mana harus dimulai?  

Mereka-reka Bali 2079

Oleh :  Jung Iryana, Made Widnyana Sudibya &   I Ketut Sumarta   Bagaimana wajah Bali tahun 2079 nanti? Jawabannya: ... Hanya sebuah harapan, bukan kepastian. I Gusti Mangku Mertha, misalnya, menampik bicara keadaan Bali pada tahun 2000 Saka, 79 tahun lagi. "Saya tak bisa meramal sejauh itu. Saya tak ingin mendahului kehendak Embang, Hyang Widhi Yang Mahakuasa," tutur Gusti Mangku yang ramalan-ramalannya banyak digemari ini.    Toh, Gusti Mangku tetap menaruh harapan optimis kehidupan sosial dan keagamaan di Bali tetap akan ajeg. Tradisi dan budaya Bali masih langgeng. Dasarnya, meski-pun kini banyak kritik dilontarkan, namun pada saat bersamaan justru minat manusia Bali mempelajari adat, budaya, dan ajaran agamanya kian semarak. Daa teruna (muda-mudi) pun kian gemar menjalankan ibadah agama.   

Bersahabat dengan Batara Kala

Manusia, sebenarnya, bisa menjadi lebih besar daripada waktu. Manusia juga bisa memilih hari dan jalan kematiannya dengan benar. Syaratnya: jiwa-pribadi harus jernih, bening.   Tersulut hasrat ingin melanggengkan kekuasaan dan wibawanya atas seantero jagat, raja  Purusada  mengadakan tawar-menawar dengan  Batara Kala . Hasilnya: Purusada diwajibkan mempersembahkan 100 orang raja hidup-hidup kepada  Batara Kala .        Tak urung dimulailah petualangan penaklukan Purusada ke kerajaan-kerajaan lain. Ditopang angkatan perang tangguh dan kesaktian pribadi yang ulung, 100 kerajaan pun takluk di bawah kuasanya. Mereka semua dimasukkan dalam kerangkeng, sebagai tahanan. Celakanya, setelah menatap satu per satu raja-raja persembahan Purusada tersebut, Batara Kala langsung hilang selera. Bagi Kala, 100 raja yang berhasil ditaklukkan Purusada sama sekali tak ada artinya, karena di antara mereka tak termasuk Raja Hastina yang bernama  Sutasoma ...

Darah Daging Bali Bernama Waktu

Pandangan waktu manusia Bali sudah mendarah daging. Jangankan kegiatan yang berkaitan dengan niskala, kegiatan sekala pun tak lepas dari pemilihan waktu. Kenapa saat tengai tepet, sandya-kala, tengah lemeng, dilarang bepergian?         Saya iri kepada ibu di kampung. Dia bebas memilih waktu mengerjakan sesuatu, sesukanya. Tak ada jadwal yang mengikatnya. Dia benar-benar bebas," keluh  Putu Jaya , 38 tahun. "Sangat beda dengan saya. Detik demi detik terikat jadwal yang ketat," imbuh ayah dua anak ini.    Sebagai manajer pemasaran sebuah hotel bintang lima di kawasan Nusa Dua, jadwal Putu sangat ketat, memang. Lebih-lebih lagi saat musim paceklik turis seperti belakangan ini. Amuk massa yang meletup di Buleleng, Jembrana, dan Badung, 20-21 Oktober 1999 lalu rupanya berimbas dahsyat terhadap citra pariwisata Bali. Ditambah ketegangan hubungan pemerintah Indonesia dengan Australia gara-gara urusan Timor Timur dan disusul pula larangan pemerintah Am...

Sabar, Milenium Bali 79 Tahun Lagi

Kaum pedagang hanya menjadikan Bali sebagai merek dagang dengan isu milenium. Dijual mahal dengan aneka paket glamor. Di sisi lain, orang Bali sendiri hanya milu-milu tuung milenium. Padahal, milenium Bali baru tiba 79 tahun lagi.         Alangkah dahsyat sihir milenium. Seluruh jagat pun terpukau. Aneka barang dagangan sontak dikait-kaitkan dengan milenium. Dari motor hingga sandal jepit pun berlabel milenium. Pameran dagang sampai diskon pasar swalayan tak urung mengait-ngaitkan diri dengan milenium. Dunia gaduh, riuh. Orang-orang berceloteh perihal satu kata yang sama: milenium. Inilah dia akhir tahun yang paling hingar bingar. Orang sunguh-sungguh dibuat mabuk dan bergoyang-goyang.   

Pedanda Bisa Raja pun Boleh

Adat Bali memposisikan laki dan perempuan setara dan berpasangan. Masing-masing punya tugas dan kewenangan sendiri. Mau jadi pendeta bisa, menjadi raja pun tak dilarang.     Sungguh kasihan wanita Bali. Hidupnya didominasi laki-laki. Mereka tak  berhak mendapatkan warisan. Hanya laki-laki yang berhak atas warisan. Bali itu diskriminatif!”   Tanpa hujan tanpa angin, seorang pe-ngacara wanita yang juga dikenal sebagai aktivis perempuan di Jakarta tiba-tiba saja membanjirkan tudingannya. Karena diberondongkan dalam suatu jumpa pers, kontan saja media massa cetak maupun elektro-nik mengutip omongan sang pengacara yang meluncur layaknya air bah itu, belum lama berselang. Dan, kesimpulan semacam ini bukanlah yang pertama kali dilontarkan orang luar terhadap Bali. Tapi, benarkah adat Bali berlaku tak adil bagi wanita?  

Mimpi Luwih Luh Luwes

Pengusaha kerajinan perak, Desak Made Suarti, sepakat wanita Bali dikatakan sudah memiliki potensi kuat. “Tiang lihat wanita Bali sudah memiliki kekuatan, semangat, kecerdasan, kelembutan  sebagai seorang luh luwih (wanita utama) dan luh luwes. Tinggal ditingkatkan untuk memasuki dunia mo-dern,” paparnya.     Wanita Bali asal Gianyar yang disun-ting pria Amerika ini menilai, perempuan modern di Eropa dan Amerika, memang memiliki kecantikan, namun cenderung melupakan sisi kewanitaannya. “Mereka lupa mengontrol diri terhadap apa yang semestinya ia lakukan sebagai seorang wanita,” katanya. Sebaliknya, wanita Bali meskipun masuk jagat modern,  tetap punya jati diri, seperti kesetiaan pada suami, mendidik anak, dan bertanggung jawab terhadap keluarga.    

Di Antara Tugas dan Pesona

Wanita Bali banyak dikagumi orang asing sejak 1920-an. Bahkan disebutkan sebagai wanita asli tercantik di dunia. Belakangan, peneliti luar menilai wanita Bali terdesak dan dieksploitasi laki-laki. Bagaimana pendapat wanita Bali dan peneliti lokal? Wanita asli tercantik di dunia. Begitulah predikat yang pernah disematkan orang asing terhadap wanita Bali. Adalah Helen Eva Yates dalam bukunya, Bali: Enchanted Isle (Bali, Pulau yang Memikat), yang terbit 1933 di London, memberikan penilaian gemilang itu. Pujian tersebut dicetuskan setelah Helen melihat kulit sawo matang wanita Bali yang mengkilat disiram sinar matahari, karena tanpa baju. Helen melenggang di Bali sebagai turis tahun 1920-an. Wanita Bali memang memikat perhatian pengamat asing sejak 1920-an. Tak mengherankan, bila banyak buku-buku sarjana asing yang mengungkapkan soal wanita Bali. Baik karena kecantikannya maupun tanggung jawabnya dalam pekerjaan rumah dan ritual. Namun, di balik puja-puji tentang wanita Bali, Helen jug...

Tiang Peradaban Bernama Wanita

Kitab Manawadharmasastra menyuratkan: Di mana wanita dihormati di sana dewa-dewa merasa senang. Tetapi di mana wanita tidak dihormati, maka tidak ada upacara suci apa pun yang akan berpahala. Maka, tak berlebihan bila wanita disebutkan sebagai tiang peradaban.   luh luih    luh luu    luh galuh    bacakan luh    ne patut suluh   Adalah Made Sanggra (74), penyair Bali modern yang juga tokoh veteran, menulis puisi jenaka sarat makna itu dalam buku Kidung Republik, terbitan Yayasan Wahana Dharma Sastra, Sukawati, Gianyar, 1997. Judulnya: Luh (Wanita).  Bagi Anda yang lihai berbahasa Bali, deretan lima baris kata tersebut tentulah bukan semata-mata akrobat kata-kata. Sebalik-nya,  justru mengurai makna wanita dalam visi Bali secara mendalam:  /wanita utama (luh luih)/ wanita hina dina (luh luu)/ wanita ayu mempesona (luh galuh)/ itulah ragam wanita (bacakan luh)/ yang patut dijadikan cermin (ne patut suluh)// ....

Yang Tuyuh Bekerja demi Kemuliaan Hidup

Cantik mempesona sekaligus pekerja keras yang perkasa, itulah citra melambung wanita Bali di mata orang luar. Terkurung tradisi, ditindas laki-laki, sekaligus tak punya hak waris, itulah citra kelam perempuan Bali yang tak kunjung surut. Padahal, adat dan susastra-agama di Bali memposisikan wanita begitu mulia. Jadi pendeta bisa, raja pun boleh. Kenapa orang luar begitu ‘miring’ menilai adat Bali terhadap perempuan? Sisi mana sebaiknya diluruskan? Jadwal kerja sehari-hari wanita Bali sangat padat. Tapi mereka tak mengeluh. Malah ada yang merasa lek (malu) kalau cuma diam. Bukan semata-mata karena keterdesakan ekonomi, melainkan juga ingin memuliakan hidup dengan jalan bekerja. Alangkah padat jadwal kerja Ketut Werti. Ketika udara masih terasa dingin, pukul 04.30 pagi, wanita yang tinggal di wilayah Denpasar Selatan ini sudah masuk dapur. Menyalakan api, mendidihkan air. Di sela-sela itu, dia masih sempat mencuci piring makan dan gelas yang digunakan semalam oleh kedua anak dan...

Situs Air dengan Sebelas Tirta

Danau Batur, memang, sebuah si- tus air terlengkap dalam jagat agraris Bali. Ada sebelas sumber air (tirtha) di seputar danau ini. Masing-masing: Telaga Waja, Danu Gadang, Danu Kuning, Bantang Anyud, Pelisan, Mangening, Pura Jati, Rajang Anyar, Manik Bungkah (Toya Bungkah), Mas Mampeh, dan Tirtha Prapen. Masing-masing sumber air ini memiliki fungsi sendiri-sendiri, sekaligus menjadi pemasok air sungai-sungai utama di Bali. Danu Kuning, misalnya, memasok (ngecok) ke Tukad Melangit di Klungkung dan Tukad Pakerisan.  Sedangkan Danu Gading memasok air ke Tukad Bubuh, Telaga Waja ngecokin Tukad Telaga Waja yang memasok air ke subak di Karangasem dan Klungkung, demikian seterusnya. Pasokan air inilah yang kemudian menjadikan subak-subak di wilayah yang dialiri oleh sungai-sungai bersangkutan akhirnya nyungsung (bertanggung jawab) ke Pura Danu di Batur, Beratan, Tamblingan, atau malah Gunung Agung langsung. Artinya, “Subak dengan kewajiban-kewajibannya dibagi berdasarkan sumber air di...

Subak Magpag Toya, Kota Makpak Yeh

Di hulu orang gunung khusuk magpag toya, di hilir, perkantoran, pebisnis pariwisata, rakus makpak yeh. Air Bali di ambang krisis. PDAM bisa berubah jadi Perusahaan Daerah Angin Mengalir. Tanggung jawab kelestarian air dan juga kehidupan di Bali kini sepertinya hanya menjadi tanggung jawab para petani subak. Terkesan kuat, hanya pe-tanilah yang berkewajiban melangsungkan upacara-upacara di pura-pura penting berkaitan dengan siklus air itu. Mereka yang bergerak di sektor jasa, di bisnis industri baru? Masing-masing mungkin sudah tahu jawabannya sendiri-sendiri.  Padahal, aci-aci (rangkaian upacara) yang mesti digelar tidaklah kecil. Juga, tidaklah berbiaya murah. Saat hendak memulai ke-giatan di sawah, petani subak sudah menggelar upacara magpag toya (menyambut kedatangan air) sebagai wujud syukur mereka terhadap anugerah Hyang Widhi dalam wujud air. Lalu, berlanjut ke tahapan ngrawit, mulai menanam padi. Terus berlanjut hingga nunas panglanus, mohon air suci agar tanaman subur...

Dari Batur Mengalir ke Nusa Dua

Empat danau sebagai catur bhagini menopang kebutuhan air Bali. Sayang, tak banyak yang menyadari kolam renang di hotel-hotel mewah, lapangan golf di Pulau Dewata ini pun sangat tergantung pada kemurahan Batari Sakti Dewi Danuh, penguasa air danau. Menapakkan kaki pertama kali di Bali tahun 1988, dari negeri asalnya, Inggris, Black – sebut saja begitu  - langsung menginap di sebuah hotel bintang lima, di kawasan Nusa Dua. Melihat pantai berpasir putih asri dengan air laut yang bening beriak kecil, Black pun langsung menceburkan raganya ke laut lepas di kaki Pulau Bali itu. Di sana dia berkecibak, sepuasnya.  Tak puas membasahi sekujur jasadnya di laut, dia pun nyemplung ke kolam renang hotel. Sesekali menyelam, sesaat kemudian berkecibak lagi. Kesejukan dan kenyaman menyusup ke sanubarinya. Esok paginya, dia mengguyur tubuhnya dengan air di kamar mandi hotel. Diantar sopir khusus mobil mewah dengan layanan kelas internasional, dia pun meluncur menuju hulu Pulau Bali: Besakih...

Memelihara Siklus Air, Menjaga Kesucian Jiwa

Air bagi manusia Bali bermakna kehidupan. Bisa juga kesucian. Mengoyak tatanan air, berarti memporakporandakan hidup sendiri. Dengan air jalan roh leluhur bisa dilempangkan, kesucian jiwa dimurnikan. Jagat menggang-menggung. Air tak lagi bersari. Bumi pun tak memberi hasil. Hyang Siwa tepekur. Lalu, diutus-Nya Batara Brahma, Wisnu, dan Iswara menyelamatkan jagatraya seisinya.  Batara Brahma melesak masuk ke dalam bumi, menjadi Naga Anantabhoga. Dari tubuhnya tumbuhlah pepohonan. Daunnya hijau lebat menyejukkan. Bunganya semerbak, buahnya tak terhitung. Dari pepohonan yang tumbuh dari Anantabhoga inilah manusia hidup, memetik kapas, memperoleh sandang, membuat papan. Kelaparan di bumi sontak berubah jadi kemakmuran. Anantabhoga memang berarti sandang, pangan, dan papan (bhoga) yang tiada habis-habisnya (ananta). 

Setelah Pangliman Toya Dilenyapkan

Air subak ‘dibajak’. Saluran irigasi dipotong. Air tanah disedot. Kawasan resapan sepanjang sungai (ruwi) yang secara tradisi tak bertuan, malah disertifikatkan. Siapa bertanggung jawab mengontrol pembangunan fisik yang tak mengindahkan tatanan air ini? Aduh! Bagaimana ini, PDAM? Tiap pagi airnya kok saencrit-saencrit. Kapan gedenya?” keluh seorang ibu suatu pagi dari kawasan Sanglah, Denpasar. “Bagaimana tak mangkel? Sumur saya juga kering. Siapa yang mesti bertanggung jawab. Halo, halo, halo .…” suara si ibu yang disiarkan langsung sebuah radio swasta itu tiba-tiba terputus. Tragisnya, hingga acara keluh-kesah lewat telepon itu usai sejam kemudian, tak ada pihak yang bisa memberikan jawaban melegakan si ibu. Keluh si ibu menguap begitu saja. Padahal, hari itu sejumlah kegalauan tentang air juga muncul dari ibu rumah tangga lainnya di kawasan Tohpati, Monang-Maning, bahkan Ubung. Isinya sama: pasokan air ke rumah kecil, air sumur surut.