Bagaimana wajah Bali tahun 2079 nanti? Jawabannya: ...
Hanya sebuah harapan, bukan kepastian. I Gusti Mangku Mertha, misalnya, menampik bicara keadaan Bali pada tahun 2000 Saka, 79 tahun lagi. "Saya tak bisa meramal sejauh itu. Saya tak ingin mendahului kehendak Embang, Hyang Widhi Yang Mahakuasa," tutur Gusti Mangku yang ramalan-ramalannya banyak digemari ini.
Toh, Gusti Mangku tetap menaruh harapan optimis kehidupan sosial dan keagamaan di Bali tetap akan ajeg. Tradisi dan budaya Bali masih langgeng. Dasarnya, meski-pun kini banyak kritik dilontarkan, namun pada saat bersamaan justru minat manusia Bali mempelajari adat, budaya, dan ajaran agamanya kian semarak. Daa teruna (muda-mudi) pun kian gemar menjalankan ibadah agama.
Paranormal yang sering di-mintai petunjuk oleh kalangan pejabat maupun pengusaha di Bali ini mencermati ada semacam arus balik yang kian membesar di kalang-an orang Bali untuk memperkukuh adat dan budaya tradisi. Setelah sukses materi maupun karier ada kecenderungan orang Bali justru kian rajin tangkil ke pura sekaligus mayajna. "Januari 2000 ini menjadi patokan, kalau Bali aman, maka seterusnya Bali tetap aman. Saya optimis Bali aman," tandasnya, berbinar.
Optimisme senada juga terpancar dari Jero Gede Duuran Batur. Tokoh kharismatik di Batur, Kintamani, ini mengaku tercengang-cengang dengan arus masyarakat Bali yang pedek tangkil sembah-yang di Pura Ulun Danu Batur. Jumlahnya terus membesar. Tak hanya saat-saat piodalan dan karya, tapi juga setiap rerainan rutin, se-perti Purnama, Tilem. Sejak pagi hingga dini hari lagi. Tua muda, bahkan juga anak-anak usia sekolah dasar. "Selain sembah-yang, mengidungkan lagu-lagu suci, umat juga lagas (ikhlas) madana punia," ujar Jero Gede.
Ida Pedanda Gede Putra Tembau dari Geria Aan, Klungkung, juga menaruh harapan besar pada hari depan Bali, 79 tahun mendatang. "Kita semua berharap peningkatan kecanggihan teknologi nantinya juga dapat meningkatkan ketajaman idep manusia-manusia Bali, se-hingga hidup pun menjadi lebih berkua-litas," tandasnya.
Di sisi lain, mantan Ketua Umum PHDI Pusat Ida Pedanda Gede Pidada Punia Atmaja mengingatkan agar masyarakat Bali tidak mengabaikan faktor jumlah penduduk Bali yang kian sesak. Selain oleh penduduk asli, Bali juga kian dijejali arus pendatang. Akibatnya, bisa direka-reka: Bali 79 tahun lagi kian majemuk. Bersamaan dengan itu, pamor pariwisata Bali boleh jadi bakal menyurut, karena keindahan panorama alam kian menghilang. "Carik-carik (sawah) tambah sempit, bahkan mungkin juga tiada lagi akibat watak manusia makin materialistis, sehingga kehidupan jadi tambah sulit," papar Ida Pedanda.
Dalam kondisi demikian, masih semarakkah pelaksanaan upacara di Bali, se-perti sekarang ini? Ida Pedanda tetap optimis. Cuma, lagi-lagi diingatkan, "Mulai sekarang agar direncanakan dan diatur secara matang hari depan Bali itu."
Merencanakan secara matang hari depan Bali? Bagi Ketua Umum PHDI Bali, Ida Pedanda Gede Made Gunung, gagasan itu bukanlah iseng belaka. Bukan juga mimpi kosong. Soalnya, bagaimana gene-rasi Bali tahun 2079 nanti memang sudah bisa direka-reka sejak hari ini. "Tradisi Bali memberi pelajaran berharga tentang penyiapan generasi," tandasnya.
Tradisi Bali membentangkan pelajaran, penyiapan generasi sebenarnya sudah dimulai sejak memilih hari perka-winan, lalu memilih hari-hari pertemuan asmara antara suami de-ngan istri. Saat sang istri atau sang ibu mengandung janin dalam rahim, lanjut Ida Pedanda, sang suami beserta lingkungannya sepatutnya membantu menciptakan kondisi damai, tenang. Misalnya, dengan melantunkan kidung dan wirama kakawin, malukat pada hari-hari tertentu — seperti Purnama, Tumpek Wayang — sehingga batin sang ibu yang mengan-dung jadi tenang. "Jangan suka marah-marah ataupun membentak-bentak sang istri yang sedang mengandung. Kondisi tenang dan damai ini merangsang janin dalam rahim sehingga berbudi halus dan kreatif," urainya.
Sebaliknya, bila kondisi lingkungan keras, maka generasi yang lahir pun akan berwatak berangasan. Bukankah ilmu kedokteran Barat pun kini sudah memastikan, watak serta kecerdasan anak sebenarnya bisa dibentuk sejak janin dalam kandungan. Caranya, dengan rutin memperdengarkan musik Klasik yang merdu syahdu semacam komposisi piano dan seruling karya Wolfgang Amadeus Mozart (1756-1791) sejak janin berusia empat bulan di rahim sang ibu. Dengan demikian, syaraf-syaraf otak janin akan merespons alunan musik tersebut. Selain mempercepat kecerdasan emosi, musik juga dibuktikan secara ilmiah dapat mempercepat kepenuhan otak janin. Di Bali selain diperdengarkan irama gegendingan, kidung, dan wirama kakawin, juga perlu diperdengarkan nada-nada gender, seperti semarapagulingan, di samping juga ada denting jernih genta pendeta saat malukat.
Karena sudah teruji dalam pengalaman dari generasi ke generasi, Pedanda Gunung mewanti-wanti, "Jangan menganggap sepele cara menyiapkan generasi dalam tradisi Bali. Semuanya sudah terbukti kebenarannya. Masalahnya kini tergantung kita, mau mempersiapkan generasi macam apa nanti."
Comments
Post a Comment