Skip to main content

Posts

Showing posts with the label GEGINAN (Usaha)

Om Swastiastu

SARAD

  Beginilah kami haturkan sembah kami  ke hadapan-Mu,  Hyang Paramakawi .  Karunia beras-Mu  kami tumbuk-tumbuk jadi tepung sari tepung kasih-Mu kami  ulat-ulat  jadi adonan dasar buat persembahan memuja-Mu. Beginilah kami memulai memaknai anugerah-Mu,  Pakulun Hyang Paramakawi , dengan tangan renta ini kami pilin-pilin angkara inderawi yang senantiasa menggoda kelobaan hati kami. Dengan napas terkendali di jagat diri dengan arah pikir memusat ke puncak keberadaan-Mu kami persembahkan kebeningan hati  Maka, jadikanlah jiwa kami damai berkatilah anak cucu kami yang belia berjari lentik itu ketekunan menimba kearifan tradisi merangkai butir demi butir tepung  menjadi untaian persembahan benar mulia, suci, dan indah. .   Maka, inilah  SARAD  persembahan kami  Ampunilah, Duh Hyang, hanya untaian cinta berbentuk  kayonan  cerah  makenyah  kami letakkan di sisi kiri  pamedal genah tawur   di...

Wangi Dupa Bali di Pusara Putri Diana

  Dupa buatan Bali masuk pasar internasional, bersaing dengan dupa dari India dan Thailand, pemasok utama kebutuhan dupa dunia. Tapi bahan dasar dupa masih didatangkan dari Jawa.   Tak ada sembahyang di Bali tanpa dupa. Orang Bali membuka kemasan dupa, mengeluarkannya dari bungkus plastik, sama sigapnya dengan mengambil kembang, menjepitnya di ujung jari cakupan tangan, ketika mabakti. Dupa menjadi bagian utama dari denyut ketakwaan manusia Bali.    Perlahan-lahan dupa kemudian memberi identitas pada manusia Bali yang tengah ngaturang bakti di tempat-tempat suci. Dupa berkembang menjadi sebuah komoditi yang memberi ciri pada penggunanya. Ia tak lagi sekedar sebuah sarana. Dari dupa yang disulut, orang Bali ingin memperoleh lebih dari sekedar api. Mereka lantas menilik apa merknya, atau seberapa semerbak wanginya. Karena itu dupa menjadi bisnis yang sangat menjanjikan. Semerbak wangi dupa sendiri tak cuma merebak di Bali, tapi kini sudah sampai ke mancanegara. Keharum...

Busung Bali Sulit Dicari

Orang Bali sangat tergantung pada busung (janur). Kebutuhan busung pun tinggi, sehingga harus didatangkan dari Jawa dan Lampung. Tapi ibu-ibu lebih suka busung Bali, karena lebar, lemes, dan mudah menjahitnya. Tapi, busung Bali semakin sulit dicari.   Menjelang pukul sembilan malam di Pasar Badung. Para pedagang  sayur yang mengangkut barangnya dengan pikup mulai memasuki areal parkir, beriringan dengan mobil pengangkut buah-buahan. Pikup sayur datangd ari Baturitu, Tabanan. Yang mengangkut buah dari Jember. Sebuah pikup L300 cokelat tua kemudian masuk. Sopir memutar kendaraannya ke barat, masuk ke utara, lalu berhenti di bagian timur parkir. Kondektur membuka terpal, janur-janur yang tersusun rapi pun tersembul. Orang-orang yang menunggu sedari tadi merubungnya. Mereka merogoh dompet, menyerahkan uang. Kondektur itu menepiskannya. “Sabar Bu, Pak, sabar, nanti petugas marah,” ka-tanya sembari menggulung terpal.  

Pelopor Tedung dari Taensiat

Karena teguh mempertahankan kualitas, pajeng buatan Made Kara tersebar di banyak belahan dunia. Presden Sukarno pun  kagum dengan pajeng buatannya. Kini, Kara masih bisa melihat pajeng buatannya yang berumur 30 tahun, seumur dengan perjalanan usahanya membuat pajeng Bali Falsafah bisnis mengajarkan untuk mengambil setiap kesempatan bila ada jalan untuk melakukannya. Tapi ini tidak berlaku untuk Made Kara, pembuat pajeng asal Denpasar ini. Padahal jika ia mau kesempatan besar itu ada padanya. Pengalamannya dalam pembuatan pajeng pesanan Bung Karno saat pelaksaaan Asian Games di Jakarta tahun 50-an dulu bisa menjadi modal bagi usaha pajeng yang ia tekuni. Awalnya Made Kara adalah seorang pragina arja. Ia banyak dibentuk oleh seniman-seniman besar seperti I Gusti Ngurah Redok, I Gusti Made Riuh (Penatih), hingga Nyoman Kakul di Batuan, Gia-nyar. Hanya saja nasibnya tak sepopuler guru-gurunya. Kara dikenal tidak sebagai pragina tapi sebagai pembuat pajeng prada.  Api tak jauh dar...

Merengkuh Untung dari Bisnis Tedung

Asian Games 1961 di Jakarta menyulap tedung dari perangkat upa-cara menjadi komoditi bisnis. Payung khas Bali ini kini sudah bisa didapatkan di mana-mana di seluruh dunia. Bali itu semarak. Jempana, tedung, kober, umbul-umbul, pajeng, berseliweran di mana-mana, setiap waktu. Hotel-hotel menggunakan  tedung dan pajeng (payung) sebagai trade mark promosi produk mereka. Pajeng dengan warna perada gemerlap dipajang di lobi, menyapa wisatawan untuk memasuki atmosfir Bali. Pajeng yang semula digunakan untuk nedungin Ida Batara di pura, kini digamit untuk pariwisata. Dalam brosur –brosur  hotel dan produk jasa pariwisata, penggunaan pajeng  seolah merupakan suatu keharusan sebagai duplikat identitas Bali untuk menambah nilai jual produk yang ditawarkan.  Layaknya koboi untuk Amerika. Pajeng memang identik dengan karakter seni orang Bali, yang membuat Presiden Sukarno kesengsem, lalu menjadikan pajeng sebagai identitas Indonesia di arena Asian Games di Jakarta, 1961. Seja...