Beginilah kami haturkan sembah kami ke hadapan-Mu, Hyang Paramakawi . Karunia beras-Mu kami tumbuk-tumbuk jadi tepung sari tepung kasih-Mu kami ulat-ulat jadi adonan dasar buat persembahan memuja-Mu. Beginilah kami memulai memaknai anugerah-Mu, Pakulun Hyang Paramakawi , dengan tangan renta ini kami pilin-pilin angkara inderawi yang senantiasa menggoda kelobaan hati kami. Dengan napas terkendali di jagat diri dengan arah pikir memusat ke puncak keberadaan-Mu kami persembahkan kebeningan hati Maka, jadikanlah jiwa kami damai berkatilah anak cucu kami yang belia berjari lentik itu ketekunan menimba kearifan tradisi merangkai butir demi butir tepung menjadi untaian persembahan benar mulia, suci, dan indah. . Maka, inilah SARAD persembahan kami Ampunilah, Duh Hyang, hanya untaian cinta berbentuk kayonan cerah makenyah kami letakkan di sisi kiri pamedal genah tawur di...
Lamak sablon kian membanjiri pasar Bali. Tak hanya untuk keperluan sehari-hari, saat Galungan pun ada yang mengunakan “lamak palsu” ini. Selain karena alasan gampang diperoleh, juga murah dan tahan lama. Apakah dibenarkan mempersembahkan “lamak-lamakan” ini? Hari Galungan di awal tahun 2000 ini tak membikin Komang Tatiek Laksmini, 28 tahun, repot. "Saya tak perlu lagi nyahit lamak. Sudah ada lamak sablon. Gampang. Murah, dan bisa disimpan untuk enam bulan lagi," celoteh ibu satu anak ini, enteng. "Malah sehari-hari saya gunakan lamak sablon, biar palinggih tampak meriah," imbuhnya. Bagi wanita asal Karangsem ini, lamak sablon memang jalan pintas yang menjanjikan kemudahan. Tinggal sabet di kios-kios, serahkan duit. Semuanya beres. Sebagai wanita karier dengan jabatan sebagai sekretaris direksi perusahaan ekspor-impor, hari-hari Komang padat kegiatan rutin. Di rumah dia harus mengurusi bocahnya. Belum lagi diwajibkan menyisakan waktu buat suami yang bekerja sebag...