Skip to main content

Posts

Showing posts with the label UPAKARA (Kriya)

Om Swastiastu

SARAD

  Beginilah kami haturkan sembah kami  ke hadapan-Mu,  Hyang Paramakawi .  Karunia beras-Mu  kami tumbuk-tumbuk jadi tepung sari tepung kasih-Mu kami  ulat-ulat  jadi adonan dasar buat persembahan memuja-Mu. Beginilah kami memulai memaknai anugerah-Mu,  Pakulun Hyang Paramakawi , dengan tangan renta ini kami pilin-pilin angkara inderawi yang senantiasa menggoda kelobaan hati kami. Dengan napas terkendali di jagat diri dengan arah pikir memusat ke puncak keberadaan-Mu kami persembahkan kebeningan hati  Maka, jadikanlah jiwa kami damai berkatilah anak cucu kami yang belia berjari lentik itu ketekunan menimba kearifan tradisi merangkai butir demi butir tepung  menjadi untaian persembahan benar mulia, suci, dan indah. .   Maka, inilah  SARAD  persembahan kami  Ampunilah, Duh Hyang, hanya untaian cinta berbentuk  kayonan  cerah  makenyah  kami letakkan di sisi kiri  pamedal genah tawur   di...

Siapa Suka, Lamak Sablon

Lamak sablon kian membanjiri pasar Bali. Tak hanya untuk keperluan sehari-hari, saat Galungan pun ada yang mengunakan “lamak palsu” ini. Selain karena alasan gampang diperoleh, juga murah dan tahan lama. Apakah dibenarkan mempersembahkan “lamak-lamakan” ini?   Hari Galungan di awal tahun 2000 ini tak membikin Komang Tatiek Laksmini, 28 tahun, repot. "Saya tak perlu lagi nyahit lamak. Sudah ada lamak sablon. Gampang. Murah, dan bisa disimpan untuk enam bulan lagi," celoteh ibu satu anak ini, enteng. "Malah sehari-hari saya gunakan lamak sablon, biar palinggih tampak meriah," imbuhnya.   Bagi wanita asal Karangsem ini, lamak sablon memang jalan pintas yang menjanjikan kemudahan. Tinggal sabet di kios-kios, serahkan duit. Semuanya beres. Sebagai wanita karier dengan jabatan sebagai sekretaris direksi perusahaan ekspor-impor, hari-hari Komang padat kegiatan rutin. Di rumah dia harus mengurusi bocahnya. Belum lagi diwajibkan menyisakan waktu buat suami yang bekerja sebag...

Hindu tidak Mengenal Pembakuan Ritual

Tanya Jawab Prihal Upakara:   I Gusti Ketut Widana     Penjor Galungan tak Sama Om Swastyastu, Sewaktu Galungan lalu saya menemukan di lapangan, ada umat Hindu di Bali yang memenjor, ada pula yang tidak memenjor walaupun mereka sama-sama tinggal dalam satu wilayah desa adat. Juga ada dalam satu kompleks perumahan. Kenapa bisa demikian? Apakah ada sanksinya bagi umat yang tidak memenjor? Atau, apakah setiap Galungan diwajibkan  memenjor ?  Bagaimana penjor yang lengkap dan benar menurut sastra-agama? Unsur-unsur apa saja yang minimal harus ada dalam sebuah penjor? Bagaimana kalau unsur-unsur itu tidak ada, apa yang bisa digunakan untuk mengganti? Kain, misalnya, ada yang menggunakan kain ada juga yang tidak di pucak penjor. Warnanya pun tampaknya bebas, ada kain warna kuning, ada juga kain warna putih. Apakah semuanya boleh-boleh saja, atau ada standarnya? Om Santi, Santi, Santi, Om.  Putu Gede Kusumanegara Nusa Dua, Badung.