Skip to main content

Posts

Showing posts with the label BALE Bengong (Kolom)

Om Swastiastu

SARAD

  Beginilah kami haturkan sembah kami  ke hadapan-Mu,  Hyang Paramakawi .  Karunia beras-Mu  kami tumbuk-tumbuk jadi tepung sari tepung kasih-Mu kami  ulat-ulat  jadi adonan dasar buat persembahan memuja-Mu. Beginilah kami memulai memaknai anugerah-Mu,  Pakulun Hyang Paramakawi , dengan tangan renta ini kami pilin-pilin angkara inderawi yang senantiasa menggoda kelobaan hati kami. Dengan napas terkendali di jagat diri dengan arah pikir memusat ke puncak keberadaan-Mu kami persembahkan kebeningan hati  Maka, jadikanlah jiwa kami damai berkatilah anak cucu kami yang belia berjari lentik itu ketekunan menimba kearifan tradisi merangkai butir demi butir tepung  menjadi untaian persembahan benar mulia, suci, dan indah. .   Maka, inilah  SARAD  persembahan kami  Ampunilah, Duh Hyang, hanya untaian cinta berbentuk  kayonan  cerah  makenyah  kami letakkan di sisi kiri  pamedal genah tawur   di...

Jejak Kalender Pawukon Bali

Kapan sistem kalender Bali dimulai? Agak sulit, memang, mencari jawaban pastinya. Namun, setidaknya bisa diberikan gambaran bahwa pembauran astronomi khas Nusantara dengan astronomi Hindu di Bali bisa dirunut sejak zaman pra-Hindu di Nusantara. Temuan data arkeologi berupa fosil manusia Gilimanuk di ujung barat Bali pada tahun 1962 bisa memberikan gambaran bahwa Bali pada zaman pra-Hindu bukanlah kawasan yang tak berpenghuni. Menurut pakar arkeologi Prof Dr Soejono, manusia Gilimanuk itu diperkirakan sudah berumur 2000 tahun.    Satu hal yang menarik dari temuan fosil manusia Gilimanuk itu adalah pembuktian ilmiah bahwa tata cara penguburan saat itu sangat bervariasi. Ini berarti, pada saat itu penghuni Bali (Gilimanuk) sesungguhnya sudah menganut peradaban yang tinggi. Bekal penguburannya, misalnya, mempunyai ciri khas Gilimanuk dan belum pernah ditemukan di tempat lain. Sebut saja, misalnya, bekal periuk dan peralatan yang terbuat dari perunggu berbentuk unik. Ini oleh ...

Bali dan Baligya

Baligya Marebhu Bhumi adalah upacara yang diselenggarakan seribu tahun sekali, yaitu ketika tahun Saka berakhir dengan 000 (windhu tiga). Maka upacara besar yang pada dasarnya berupa bhuta yajna tersebut baru akan dilaksanakan pada tahun 2000 Saka atau 2079 Masehi. Seperti halnya upacara Panca Bali Krama (ketika tahun Saka berakhir dengan windhu, atau sepuluh tahun sekali), dan Eka Dasa Rudra (ketika tahun Saka berakhir dengan dua windhu atau windhu turas, atau seratus tahun sekali), maka Baligya Marebhu Bhumi dilaksanakan pada Tilem Caitra, bulan mati ketika matahari dan bulan tegak lurus di atas garis khatulistiwa, garis yang membelah bumi. Upacara ini dilaksanakan sehari sebelum umat Hindu memasuki Tahun Baru Saka yang disebut Hari Nyepi, tanggal 1 bulan Waisaka (pananggal ping pisan sasih waisaka/Kadasa). Tahun Baru Saka dimulai pada tanggal 22 Maret 79. Inilah tanggal 1, bulan 1, tahun 1 Saka. Sehari sebelumnya, yaitu tanggal 21 Maret 79 terjadi peristiwa alam gerhana matahari...

Bali Kekurangan Air ?

Fungsi air di Bali berkembang sesuai zaman. Kalau dulu air untuk memenuhi kebutuhan irigasi sektor pertanian, kini meluas termasuk untuk pariwisata, mulai dari mengisi ribuan kolam renang di hotel-hotel hingga menyirami rumput-rumput lapangan golf. Dua yang terakhir ini sangat rakus air sepanjang tahun. Kalau dulu air untuk memanjakan petani, kini tugasnya bertambah: memanjakan turis. Akibatnya, konflik pemanfaatan air pun tak bisa dihindari. Di tengah ketatnya rebutan pemakaian air, muncul begitu banyak keluhan dan kekhawatiran akan terjadinya krisis air. Dalam jajak pendapat secara kualitatif (lewat interview) bulan Juni-Agustus 1998 lalu, terungkap: hampir  50 % (14 dari 32) intelektual Bali menyebutkan masalah air sebagai salah satu masalah pokok Bali di masa depan. Mereka menduga, permasalahan air ini berkaitan dengan booming pariwisata awal 1990-an. Fasilitas pariwisata mendapat prioritas menggunakan air bersih produksi PDAM melebihi masyarakat umum. Secara teori tampaknya ...

Pemujaan Dewa Air

“ … Puja dan sujud hamba waktu pagi dan malam hari, O, Narmada Dewi, bebaskanlah kami dari pengaruh bisa naga….” Begitulah kepatutan manusia memuja Narmada Dewi, yang mengalirkan air Sungai Narmada yang suci. Upacara dan pemujaan itu digelar saban pagi dan malam hari. Tujuannya, agar air senantiasa ber-mana dalam arti menyehatkan dan menyuburkan. Ini disimbolkan (di-nyasa-kan) dengan telah dibebaskannya bisa naga, sebagaimana kutipan Visnu Purana di awal tulisan ini. Dalam sumber-sumber ajaran tattwa, baik dalam purana (terutama Visnu Purana dan Shiva Purana) maupun sumber lontar (riptaprasasti) di Bali, air memang dinyatakan sebagai wujud fisik Dewa Wisnu.