Skip to main content

Om Swastiastu

SARAD

  Beginilah kami haturkan sembah kami  ke hadapan-Mu,  Hyang Paramakawi .  Karunia beras-Mu  kami tumbuk-tumbuk jadi tepung sari tepung kasih-Mu kami  ulat-ulat  jadi adonan dasar buat persembahan memuja-Mu. Beginilah kami memulai memaknai anugerah-Mu,  Pakulun Hyang Paramakawi , dengan tangan renta ini kami pilin-pilin angkara inderawi yang senantiasa menggoda kelobaan hati kami. Dengan napas terkendali di jagat diri dengan arah pikir memusat ke puncak keberadaan-Mu kami persembahkan kebeningan hati  Maka, jadikanlah jiwa kami damai berkatilah anak cucu kami yang belia berjari lentik itu ketekunan menimba kearifan tradisi merangkai butir demi butir tepung  menjadi untaian persembahan benar mulia, suci, dan indah. .   Maka, inilah  SARAD  persembahan kami  Ampunilah, Duh Hyang, hanya untaian cinta berbentuk  kayonan  cerah  makenyah  kami letakkan di sisi kiri  pamedal genah tawur   di...

Mimpi Luwih Luh Luwes

Perempuan BaliPengusaha kerajinan perak, Desak Made Suarti, sepakat wanita Bali dikatakan sudah memiliki potensi kuat. “Tiang lihat wanita Bali sudah memiliki kekuatan, semangat, kecerdasan, kelembutan  sebagai seorang luh luwih (wanita utama) dan luh luwes. Tinggal ditingkatkan untuk memasuki dunia mo-dern,” paparnya.   
Wanita Bali asal Gianyar yang disun-ting pria Amerika ini menilai, perempuan modern di Eropa dan Amerika, memang memiliki kecantikan, namun cenderung melupakan sisi kewanitaannya. “Mereka lupa mengontrol diri terhadap apa yang semestinya ia lakukan sebagai seorang wanita,” katanya. Sebaliknya, wanita Bali meskipun masuk jagat modern,  tetap punya jati diri, seperti kesetiaan pada suami, mendidik anak, dan bertanggung jawab terhadap keluarga.   


Toh, di tengah kekagumannya pada wanita tanah kelahirannya, Suarti gundah juga, “Saya khawatir jangan-jangan wanita Bali menjadi seperti wanita modern di luar sana yang hilang identitas diri atau ciri khasnya.”  
Suarti yang tetap aktif membina kelompok kesenian di Ubud ini mengaku mulai melihat tanda-tanda kecemasannya bakal mewujud. Ada yang mengaku berat jadi wanita Bali. Ada juga yang mengeluh tuyuh, sehing-ga tak dapat berkarir dengan leluasa. Ada tergoda pada tawaran kemewahan dan aneka kemudahan modern. “Dalam kegiatan sosial saya senantiasa tekankan, keluhan demikian keliru. Justru harus bangga jadi wanita Bali dengan tradisi adat yang kuat,” tuturnya.   

 Namun dia mengingatkan agar wanita Bali tetap diberikan pengertian guna mening-katkan kesadarannya. Misalnya, tentang kesehatan reproduksi –yang biasanya sangat diabaikan. Juga agar tidak begitu saja mau dimadu, karena akan menggeser wanita ke posisi cuma memberi tanpa pernah menerima. Bisa juga direndahkan. Padahal, wanita Bali memberi banyak kesetiaan dan rasa bakti.  

Kecemasan lain Suarti: makin banyak wanita Bali diincar diperistri pria asing. Ini dia amati dari teman-teman dekatnya yang rata-rata sudah menjejakkan kaki di beberapa negeri asing, akhirnya malah disunting orang luar. Bedanya, Suarti sehari-hari tetap saja menjejakkan kakinya di Bali sambil membina kesenian dan seniman. “Saya ngeri. Jika semuanya diambil keluar, siapa yang akan ngrambang (memikirkan) Bali. Padahal, peran wanita begitu vital. Bisa jadi kualitas orang Bali akan menurun,” ia tercenung.   

Soalnya, bagi pria asing, lanjut Suarti, wanita Bali itu sangat menarik. Tak usah diapa-apakan pun wanita Bali sudah harum. Ia bertutur, “Saya terharu betapa di mata orang luar negeri wanita Bali itu harum. Tanpa berbuat apa-apa orang luar sudah tertarik. Ketika wanita Bali menunjukkan identitasnya seperti membuat sesajen, berpakaian Bali, nyuun banten ke pura, ngalih yeh (mencari air) ke pancuran, itu citra yang masyur di luar negeri.” Wanita Bali seperti mimpi nyata tentang luh luwih yang luwes.   

Menarik? Di mata Giuseppe Confessa, yang akrab dipanggil Pino,  wanita Bali di masa lalu memang mempersona. Bahkan, pria Italia yang mempersunting gadis Bali hingga memutuskan menjadi orang Bali total ini mengaku, jika di tahun 1970-an dia diperhadapkan dengan 10 wanita yang dijejer, “Saya dengan mudah bisa menebak, ini wanita Bali, itu bukan. Senyum, tawa, gerak tubuh, ayunan tangan saat berjalan, cara berbusananya memang sangat khas.”   

Sejak satu dasawarsa lalu, jangankan menilai 10 wanita, “Menebak tiga saja saya sulit, mana wanita Bali mana bukan. Semuanya sudah berubah akibat pengaruh orang luar. Karakter itu kini makin kabur,” papar seniman pantomim yang kini menjadi Konsul Italia di Denpasar ini.   

Bagi Pino, karakter wanita Bali kini sedang digoncang. Artinya, dia tetap teguh sebagai wanita Bali, namun, “Kewanitaannya sekarang merupakan sebuah tanda tanya besar.” Nilai luar yang dibawa pendatang, baik dari pulau lain di Indonesia maupun dari luar negeri, diakui atau tidak mengguncangkan perempuan Bali. Keperawanan, misalnya, dulu tak pernah diperdebatkan, tapi kini dibicarakan justru karena orang luar Bali memperbincangkannya. Dulu wanita Bali berorientasi ke desa, kini di desa-desa pun sudah berseliweran orang asing.   

Dulu wanita Bali masih suka dengan kulitnya yang sawo matang. Sekarang maunya putih-putih layaknya kulit orang Cina. Gaya rambut juga baru, sebagian tak i-ngin rambut panjang. Dulu mau berjalan dengan sandal jepit, kini dengan hak tinggi. Akibatnya, pembawaan dan cara jalannya dipastikan berubah. “Seperti Jalan By Pass Ngurah Rai dari Bandara hingga Tohpati, Denpasar. Tak ada lagi kesan fisik Bali,” tandas pria berkumis yang sejak 1980 jadi dosen sukarela di Sekolah Tinggi Seni Indonesia (STSI) Denpasar ini.   
Syukurnya, ayah dua anak bernama I Putu Asmara Francesko (13 tahun, SMP kelas dua) dan I Made Angelo Trisnu suputra (9 tahun, SD kelas 4) ini masih melihat ‘kewanitaan’ Bali pada rasa tanggung jawab yang tinggi terhadap bagaimana dia harus mengambil keputusan tentang diri sendiri dan kehidupannya. Di sisi ini, Pino boleh jadi merasa bersyukur, karena wanita Bali belum tergelincir menjadi luh luu, wanita dina.   

Jung Iryana 

Comments

Popular posts from this blog

Sasih Kaulu: Mulai Ngaben dan Nganten

Setelah Buda Kliwon Pahang, 9 Februari 2000, mulai baik melangsungkan kegiatan upacara perkawinan (nganten) maupun ngaben. Namun, hujan sering mengguyur. Hati-hati dengan blabur Kaulu. Sasih Kaulu (bulan Kedelapan) kali ini bermula sejak Saniscara (Sabtu)-Umanis, wuku Pujut, tanggal 5 Februari. Akan berakhir pada Redite (Minggu)-Kliwon, wuku Medangkungan, tanggal 5 Maret 2000 nanti. Dalam perhitungan kalender Bali, sasih Kaulu ini  nguya Karo . Artinya, sasih ini terpengaruh oleh karakter umum sasih Karo (bulan Kedua). Itu sebabnya, selain mendung dan hujan deras yang menjadi ciri umum Kaulu, udara dingin Karo pun bakal menghembus.  Cuma, bila hujan tak kunjung turun, langit bakal tersaput awan tebal. Di siang hari, ini akan menjadikan cuaca sangat gerah, meskipun sinar matahari tak terik. Yang perlu dicermati benar: hati-hatilah dengan intaian  blabur  Kaulu. Datangnya bisa sewaktu-waktu berupa hujan angin amat lebat beberapa hari sehingga memicu banjir deras. Ai...

SARAD

  Beginilah kami haturkan sembah kami  ke hadapan-Mu,  Hyang Paramakawi .  Karunia beras-Mu  kami tumbuk-tumbuk jadi tepung sari tepung kasih-Mu kami  ulat-ulat  jadi adonan dasar buat persembahan memuja-Mu. Beginilah kami memulai memaknai anugerah-Mu,  Pakulun Hyang Paramakawi , dengan tangan renta ini kami pilin-pilin angkara inderawi yang senantiasa menggoda kelobaan hati kami. Dengan napas terkendali di jagat diri dengan arah pikir memusat ke puncak keberadaan-Mu kami persembahkan kebeningan hati  Maka, jadikanlah jiwa kami damai berkatilah anak cucu kami yang belia berjari lentik itu ketekunan menimba kearifan tradisi merangkai butir demi butir tepung  menjadi untaian persembahan benar mulia, suci, dan indah. .   Maka, inilah  SARAD  persembahan kami  Ampunilah, Duh Hyang, hanya untaian cinta berbentuk  kayonan  cerah  makenyah  kami letakkan di sisi kiri  pamedal genah tawur   di...

Wuusssss….. I Tundung Lewat

Wuusssss….. I Tundung Lewat Orang Tenganan Pegringsingan yakin, selain berkat awig-awig, kelestarian hutan mereka beserta isinya juga karena dijaga ketat oleh seekor ular siluman bernama I Lelipi Selahan Bukit. Sebelum menjadi ular, ia adalah seorang manusia bernama I Tundung. Kisah I Tundung ini tetap menjadi cerita rakyat yang sangat menarik hingga kini. Alkisah, seorang lelaki bernama I Tundung sehari-hari menjaga kebun milik I Pasek Tenganan di Bukit Kangin. Tegal Pasek, kendati sudah dijaga Tun-dung, sering kecurian. Hari ini nangka yang hilang, besok pasti durian atau nenas yang lenyap. Tentu Tundung sangat geram. Berhari-hari ia mengintip si pencuri, tetapi selalu saja lolos. Ia pun bersemedi, meminta bantuan Yang Gaib agar  berubah jadi ular (lelipi). Ketekunan tapanya dika-bulkan. I Tundung bisa bersiluman  jadi lelipi.