Beginilah kami haturkan sembah kami ke hadapan-Mu, Hyang Paramakawi . Karunia beras-Mu kami tumbuk-tumbuk jadi tepung sari tepung kasih-Mu kami ulat-ulat jadi adonan dasar buat persembahan memuja-Mu. Beginilah kami memulai memaknai anugerah-Mu, Pakulun Hyang Paramakawi , dengan tangan renta ini kami pilin-pilin angkara inderawi yang senantiasa menggoda kelobaan hati kami. Dengan napas terkendali di jagat diri dengan arah pikir memusat ke puncak keberadaan-Mu kami persembahkan kebeningan hati Maka, jadikanlah jiwa kami damai berkatilah anak cucu kami yang belia berjari lentik itu ketekunan menimba kearifan tradisi merangkai butir demi butir tepung menjadi untaian persembahan benar mulia, suci, dan indah. . Maka, inilah SARAD persembahan kami Ampunilah, Duh Hyang, hanya untaian cinta berbentuk kayonan cerah makenyah kami letakkan di sisi kiri pamedal genah tawur di...
Air bagi manusia Bali bermakna kehidupan. Bisa juga kesucian. Mengoyak tatanan air, berarti memporakporandakan hidup sendiri. Dengan air jalan roh leluhur bisa dilempangkan, kesucian jiwa dimurnikan. Jagat menggang-menggung. Air tak lagi bersari. Bumi pun tak memberi hasil. Hyang Siwa tepekur. Lalu, diutus-Nya Batara Brahma, Wisnu, dan Iswara menyelamatkan jagatraya seisinya. Batara Brahma melesak masuk ke dalam bumi, menjadi Naga Anantabhoga. Dari tubuhnya tumbuhlah pepohonan. Daunnya hijau lebat menyejukkan. Bunganya semerbak, buahnya tak terhitung. Dari pepohonan yang tumbuh dari Anantabhoga inilah manusia hidup, memetik kapas, memperoleh sandang, membuat papan. Kelaparan di bumi sontak berubah jadi kemakmuran. Anantabhoga memang berarti sandang, pangan, dan papan (bhoga) yang tiada habis-habisnya (ananta).