Beginilah kami haturkan sembah kami ke hadapan-Mu, Hyang Paramakawi . Karunia beras-Mu kami tumbuk-tumbuk jadi tepung sari tepung kasih-Mu kami ulat-ulat jadi adonan dasar buat persembahan memuja-Mu. Beginilah kami memulai memaknai anugerah-Mu, Pakulun Hyang Paramakawi , dengan tangan renta ini kami pilin-pilin angkara inderawi yang senantiasa menggoda kelobaan hati kami. Dengan napas terkendali di jagat diri dengan arah pikir memusat ke puncak keberadaan-Mu kami persembahkan kebeningan hati Maka, jadikanlah jiwa kami damai berkatilah anak cucu kami yang belia berjari lentik itu ketekunan menimba kearifan tradisi merangkai butir demi butir tepung menjadi untaian persembahan benar mulia, suci, dan indah. . Maka, inilah SARAD persembahan kami Ampunilah, Duh Hyang, hanya untaian cinta berbentuk kayonan cerah makenyah kami letakkan di sisi kiri pamedal genah tawur di...
Tanya Jawab Prihal Susila: Ida Bagus Wijaya Kusuma Simakrama dan Dharma Santi Tertarik hati saya membaca tulisan tentang simakrama pada hari Umanis Galungan yang disajikan SARAD edisi Nomor 1/Tahun I, Januari 2000. Dari paparan yang disampaikan Ida Pedanda Oka Punia Atmaja di situ, saya mendapatkan gambaran bahwa hari raya Galungan tidak saja menonjolkan kesan kemeriahan upacara dengan upakaranya, tapi juga penuh makna kemanusiaan. Ini penjelasan yang saya rasakan sangat bermanfaat. Berkaitan dengan pemaknaan sisi kemanusiaan (sisi sosial) suatu hari besar keagaamaan, saya ingin mengajukan pertanyaan: apakah makna dharma santi setiap habis hari Nyepi? Lebih daripada itu, apakah tradisi ‘dharma santi’ itu memang ada dalam Hindu di Bali atau Hindu di Nusantara, ataukah itu hanya tradisi baru yang diciptakan? Adakah pijakan sastra-agamanya? Dan, kapan sebaiknya ‘dharma santi’ itu dilakukan, apakah bersamaan dengan Ngembak Geni, sehari setelah Nyepi, atau bat...