Skip to main content

Om Swastiastu

SARAD

  Beginilah kami haturkan sembah kami  ke hadapan-Mu,  Hyang Paramakawi .  Karunia beras-Mu  kami tumbuk-tumbuk jadi tepung sari tepung kasih-Mu kami  ulat-ulat  jadi adonan dasar buat persembahan memuja-Mu. Beginilah kami memulai memaknai anugerah-Mu,  Pakulun Hyang Paramakawi , dengan tangan renta ini kami pilin-pilin angkara inderawi yang senantiasa menggoda kelobaan hati kami. Dengan napas terkendali di jagat diri dengan arah pikir memusat ke puncak keberadaan-Mu kami persembahkan kebeningan hati  Maka, jadikanlah jiwa kami damai berkatilah anak cucu kami yang belia berjari lentik itu ketekunan menimba kearifan tradisi merangkai butir demi butir tepung  menjadi untaian persembahan benar mulia, suci, dan indah. .   Maka, inilah  SARAD  persembahan kami  Ampunilah, Duh Hyang, hanya untaian cinta berbentuk  kayonan  cerah  makenyah  kami letakkan di sisi kiri  pamedal genah tawur   di...

Jero Mangku Kusuma - Pawisik

Jika ingin tahu gairah bajang teruna kota menghadap Hyang Widhi, datanglah ke Pura Jagatnatha, di jantung Denpasar, saat purnama tilem. Inilah pura idaman kawula muda usia, pelajar, mahasiswa, dan pekerja belia. Banyak yang masih malu-malu, tak sedikit yang agresif, gesit, saling cubit, manja. Meriah. Yang paling tahu persis tingkah mereka tentu pemangku di Pura Jagatnatha: Jero Mangku Kusuma. “Kita harus memahami keinginan bajang teruna kita,” ujarnya teduh. 

Sudah 20 tahun ia mengabdikan diri di Jagatnatha. Ia pun fasih karakter daa teruna Denpasar. Yang dia peroleh adalah, “Melihat anak-anak muda itu, kita bisa meraba seperti apa wajah Hindu di masa depan,” katanya. Ada remaja yang sangat rajin tangkil, sehingga Mangku hafal betul raut wajahnya. Ada pula yang cuma ikut-ikutan ke pura. “Tapi jangan buru-buru menyalahkan mereka. Semua itu proses pencarian untuk bertemu Sang Pencipta,” ujar laki-laki yang fasih berbahasa Belanda, Spanyol, Perancis, Ingggris, dan Jerman ini. Jika ada wisa-tawan asing yang melihat-lihat lingkungan pura, ia suka mengantarnya. “Tiang dados guide gratis,” katanya senang, menyatakan dirinya mejadi pemandu wisata tanpa bayaran. 

Boleh jadi cuma dia pemangku yang fasih berbahasa asing. Iia lama di Eropa, lebih tiga tahun, sebelum perang kemerdekaan, mengikuti seorang Eropa yang jual beli mobil. Ketika di Spanyol ia mendapat pawisik: kalau ingin hidup tenang, ia harus pulang ke Bali, dan menjadi pemangku. 
Ia mengaku memang mendapat kebahagiaan itu setelah menjadi pelayan umat, apalagi setelah menyaksikan generasi muda Hindu rajin tangkil ke pura. “Saya jadi senang dan terharu,” katanya jujur.  

Acapkali ia melayani hingga larut malam, begitu suntuk, acap sampai dinihari. Keluarga angkatnya di Spanyol pernah membujuknya kembali ke Eropa, tapi ditolak-nya. Ia tetap memilih  menjadi pelayan umat. Apalagi umat Hindu dari Manado dan Jawa sering menanyakan bebantenan padanya. Lengkaplah sudah kebahagiaan dan ket

Comments

Popular posts from this blog

Sasih Kaulu: Mulai Ngaben dan Nganten

Setelah Buda Kliwon Pahang, 9 Februari 2000, mulai baik melangsungkan kegiatan upacara perkawinan (nganten) maupun ngaben. Namun, hujan sering mengguyur. Hati-hati dengan blabur Kaulu. Sasih Kaulu (bulan Kedelapan) kali ini bermula sejak Saniscara (Sabtu)-Umanis, wuku Pujut, tanggal 5 Februari. Akan berakhir pada Redite (Minggu)-Kliwon, wuku Medangkungan, tanggal 5 Maret 2000 nanti. Dalam perhitungan kalender Bali, sasih Kaulu ini  nguya Karo . Artinya, sasih ini terpengaruh oleh karakter umum sasih Karo (bulan Kedua). Itu sebabnya, selain mendung dan hujan deras yang menjadi ciri umum Kaulu, udara dingin Karo pun bakal menghembus.  Cuma, bila hujan tak kunjung turun, langit bakal tersaput awan tebal. Di siang hari, ini akan menjadikan cuaca sangat gerah, meskipun sinar matahari tak terik. Yang perlu dicermati benar: hati-hatilah dengan intaian  blabur  Kaulu. Datangnya bisa sewaktu-waktu berupa hujan angin amat lebat beberapa hari sehingga memicu banjir deras. Ai...

SARAD

  Beginilah kami haturkan sembah kami  ke hadapan-Mu,  Hyang Paramakawi .  Karunia beras-Mu  kami tumbuk-tumbuk jadi tepung sari tepung kasih-Mu kami  ulat-ulat  jadi adonan dasar buat persembahan memuja-Mu. Beginilah kami memulai memaknai anugerah-Mu,  Pakulun Hyang Paramakawi , dengan tangan renta ini kami pilin-pilin angkara inderawi yang senantiasa menggoda kelobaan hati kami. Dengan napas terkendali di jagat diri dengan arah pikir memusat ke puncak keberadaan-Mu kami persembahkan kebeningan hati  Maka, jadikanlah jiwa kami damai berkatilah anak cucu kami yang belia berjari lentik itu ketekunan menimba kearifan tradisi merangkai butir demi butir tepung  menjadi untaian persembahan benar mulia, suci, dan indah. .   Maka, inilah  SARAD  persembahan kami  Ampunilah, Duh Hyang, hanya untaian cinta berbentuk  kayonan  cerah  makenyah  kami letakkan di sisi kiri  pamedal genah tawur   di...

Wuusssss….. I Tundung Lewat

Wuusssss….. I Tundung Lewat Orang Tenganan Pegringsingan yakin, selain berkat awig-awig, kelestarian hutan mereka beserta isinya juga karena dijaga ketat oleh seekor ular siluman bernama I Lelipi Selahan Bukit. Sebelum menjadi ular, ia adalah seorang manusia bernama I Tundung. Kisah I Tundung ini tetap menjadi cerita rakyat yang sangat menarik hingga kini. Alkisah, seorang lelaki bernama I Tundung sehari-hari menjaga kebun milik I Pasek Tenganan di Bukit Kangin. Tegal Pasek, kendati sudah dijaga Tun-dung, sering kecurian. Hari ini nangka yang hilang, besok pasti durian atau nenas yang lenyap. Tentu Tundung sangat geram. Berhari-hari ia mengintip si pencuri, tetapi selalu saja lolos. Ia pun bersemedi, meminta bantuan Yang Gaib agar  berubah jadi ular (lelipi). Ketekunan tapanya dika-bulkan. I Tundung bisa bersiluman  jadi lelipi.