Skip to main content

Om Swastiastu

SARAD

  Beginilah kami haturkan sembah kami  ke hadapan-Mu,  Hyang Paramakawi .  Karunia beras-Mu  kami tumbuk-tumbuk jadi tepung sari tepung kasih-Mu kami  ulat-ulat  jadi adonan dasar buat persembahan memuja-Mu. Beginilah kami memulai memaknai anugerah-Mu,  Pakulun Hyang Paramakawi , dengan tangan renta ini kami pilin-pilin angkara inderawi yang senantiasa menggoda kelobaan hati kami. Dengan napas terkendali di jagat diri dengan arah pikir memusat ke puncak keberadaan-Mu kami persembahkan kebeningan hati  Maka, jadikanlah jiwa kami damai berkatilah anak cucu kami yang belia berjari lentik itu ketekunan menimba kearifan tradisi merangkai butir demi butir tepung  menjadi untaian persembahan benar mulia, suci, dan indah. .   Maka, inilah  SARAD  persembahan kami  Ampunilah, Duh Hyang, hanya untaian cinta berbentuk  kayonan  cerah  makenyah  kami letakkan di sisi kiri  pamedal genah tawur   di...

Nyepi Nungkalik

(Pecalang (polisi adat) sedang memantau Hari Raya Nyepi di Bali. (ANTARA FOTO/Panji Anggoro) : CNN Indonesia

Hari raya Nyepi, seperti yang sudah sudah, pasti diusahakan sekhusuk mungkin. Kalau bisa, tak hanya kendaraan jangan lewat di jalan raya, tapi bunyi apa pun usahakan jangan sampai terdengar. Amati geni agar sungguh dipatuhi. Malam hari harusnya gelap gulita, listrik padam total.
  

Tapi nyatanya, seperti yang sudah-sudah,Nyepi khusuk total tak gampang dilaksanakan. Masih saja mobil lalu lalang, cahaya menerobos keluar dari celah-celah kordin dan genting.  


Kalau sedikit-sedikit cahaya sih masih bisa dimaklumi. Tapi di Sukawati, Gianyar, cahaya listrik justru berbinar terang ketika Nyepi sipengMaret tahun 1999 lalu. Kendati begitu malam turun tak ada orang lalu lalang di jalan, tapi lampu-lampu penerang jalan menyala terang seperti biasa. Padahal orang-orang mematikan lampu di rumah-rumah.   

Banyak yang berniat memadamkan lampu penerang jalan itu, tapi ternyata tak mudah. Masalahnya, lampu itu byar-petnya diatur oleh PLN di pusatnya. Saklar menghidup- matikan lampu-lampu tak terpasang di tiang-tiang listrik. Maka kalau hendak memadamkan lampu-lampu jalan itu, ya satu-satunya cara harus lapor ke PLN.  
Sayangnya, tak seorang pun melapor. Jadilah Nyepi tahun Caka 1921 di Sukawati bukan Nyepi yang tuntas dan komplet. Artinya, amati geni tak dilakoni. Yang terjadi adalah: jalan-jalan terang benderang, sementara dalam rumah gelap gulita.  

Keesokan harinya, ketika ngembak geni, justru terjadi sebaliknya: malam hari lampu di Sukawati padam total kurang lebih 5 jam. Jalan-jalan pun gelap gulita, sementara di rumah-rumah orang menyalakan lilin, lampu sentir, atau stormking. Keadaan pun terbalik: di luar gelap, di rumah terang.  

Made Lastra, seorang pedagang di Pasar Seni Sukawati, lalu nyeletuk, “Ini namanya Nyepi nungkalik. Nyepi yang seharusnya kemarin, terjadi sekarang.”   

Tapi seorang rekannya justru mensyukuri Nyepi nungkalik itu. “Ini bukan Nyepi nungkaliknamanya, tapi Nyepi yang seimbang. Kemarin kita Nyepi di dalam, artinya nyepi untuk mikrokosmos. Sekarang Nyepi di luar, untuk makrokosmos. Ini harus disyukuri, karena serentak kita bisa mengalaminya,” kata-nya tanpa mencoba bergurau. 
Benar juga dia. Inilah Nyepi yang unik: Nyepi untuk buana alit dan buana agung.

AS

Comments

Popular posts from this blog

Sasih Kaulu: Mulai Ngaben dan Nganten

Setelah Buda Kliwon Pahang, 9 Februari 2000, mulai baik melangsungkan kegiatan upacara perkawinan (nganten) maupun ngaben. Namun, hujan sering mengguyur. Hati-hati dengan blabur Kaulu. Sasih Kaulu (bulan Kedelapan) kali ini bermula sejak Saniscara (Sabtu)-Umanis, wuku Pujut, tanggal 5 Februari. Akan berakhir pada Redite (Minggu)-Kliwon, wuku Medangkungan, tanggal 5 Maret 2000 nanti. Dalam perhitungan kalender Bali, sasih Kaulu ini  nguya Karo . Artinya, sasih ini terpengaruh oleh karakter umum sasih Karo (bulan Kedua). Itu sebabnya, selain mendung dan hujan deras yang menjadi ciri umum Kaulu, udara dingin Karo pun bakal menghembus.  Cuma, bila hujan tak kunjung turun, langit bakal tersaput awan tebal. Di siang hari, ini akan menjadikan cuaca sangat gerah, meskipun sinar matahari tak terik. Yang perlu dicermati benar: hati-hatilah dengan intaian  blabur  Kaulu. Datangnya bisa sewaktu-waktu berupa hujan angin amat lebat beberapa hari sehingga memicu banjir deras. Ai...

SARAD

  Beginilah kami haturkan sembah kami  ke hadapan-Mu,  Hyang Paramakawi .  Karunia beras-Mu  kami tumbuk-tumbuk jadi tepung sari tepung kasih-Mu kami  ulat-ulat  jadi adonan dasar buat persembahan memuja-Mu. Beginilah kami memulai memaknai anugerah-Mu,  Pakulun Hyang Paramakawi , dengan tangan renta ini kami pilin-pilin angkara inderawi yang senantiasa menggoda kelobaan hati kami. Dengan napas terkendali di jagat diri dengan arah pikir memusat ke puncak keberadaan-Mu kami persembahkan kebeningan hati  Maka, jadikanlah jiwa kami damai berkatilah anak cucu kami yang belia berjari lentik itu ketekunan menimba kearifan tradisi merangkai butir demi butir tepung  menjadi untaian persembahan benar mulia, suci, dan indah. .   Maka, inilah  SARAD  persembahan kami  Ampunilah, Duh Hyang, hanya untaian cinta berbentuk  kayonan  cerah  makenyah  kami letakkan di sisi kiri  pamedal genah tawur   di...

Bersahabat dengan Batara Kala

Manusia, sebenarnya, bisa menjadi lebih besar daripada waktu. Manusia juga bisa memilih hari dan jalan kematiannya dengan benar. Syaratnya: jiwa-pribadi harus jernih, bening.   Tersulut hasrat ingin melanggengkan kekuasaan dan wibawanya atas seantero jagat, raja  Purusada  mengadakan tawar-menawar dengan  Batara Kala . Hasilnya: Purusada diwajibkan mempersembahkan 100 orang raja hidup-hidup kepada  Batara Kala .        Tak urung dimulailah petualangan penaklukan Purusada ke kerajaan-kerajaan lain. Ditopang angkatan perang tangguh dan kesaktian pribadi yang ulung, 100 kerajaan pun takluk di bawah kuasanya. Mereka semua dimasukkan dalam kerangkeng, sebagai tahanan. Celakanya, setelah menatap satu per satu raja-raja persembahan Purusada tersebut, Batara Kala langsung hilang selera. Bagi Kala, 100 raja yang berhasil ditaklukkan Purusada sama sekali tak ada artinya, karena di antara mereka tak termasuk Raja Hastina yang bernama  Sutasoma ...