Skip to main content

Om Swastiastu

SARAD

  Beginilah kami haturkan sembah kami  ke hadapan-Mu,  Hyang Paramakawi .  Karunia beras-Mu  kami tumbuk-tumbuk jadi tepung sari tepung kasih-Mu kami  ulat-ulat  jadi adonan dasar buat persembahan memuja-Mu. Beginilah kami memulai memaknai anugerah-Mu,  Pakulun Hyang Paramakawi , dengan tangan renta ini kami pilin-pilin angkara inderawi yang senantiasa menggoda kelobaan hati kami. Dengan napas terkendali di jagat diri dengan arah pikir memusat ke puncak keberadaan-Mu kami persembahkan kebeningan hati  Maka, jadikanlah jiwa kami damai berkatilah anak cucu kami yang belia berjari lentik itu ketekunan menimba kearifan tradisi merangkai butir demi butir tepung  menjadi untaian persembahan benar mulia, suci, dan indah. .   Maka, inilah  SARAD  persembahan kami  Ampunilah, Duh Hyang, hanya untaian cinta berbentuk  kayonan  cerah  makenyah  kami letakkan di sisi kiri  pamedal genah tawur   di...

Tak Cukup Sujud, Pedharman Dipugar

Tiga tahun belakangan pembangunan pura-pura padharman di Besakih makin marak. Menepis  kesan jor-joran dan eksklusif, masing-masing soroh saling bantu-membantu. Bahkan ada soroh yang sampai membantu proposal segala.
Gusti Nyoman Dharma, pemuda yang lama diperantauan ini tampak bingung memasuki pelataran pura. Le-bih dari enam tahun ia tak pernah pedek tangkil ke Besakih termasuk pura padharmannya, Pura Padharman Arya Kenceng. Maklum saja, pemuda asal Tabanan kota ini selepas kuliah di Bandung tak langsung mudik, tapi mengadu nasib di kota sejuk Bandung, hingga jarang tangkil. Dalam hati ia tak yakin pura yang ia masuki adalah pura seperti yang ia baca pada sebilah papan didepan pura. ‘’Patut niki pura padahrman Arya Kenceng,’’ tanyanya meyakinkan pada pemedek yang juga tangkil. Meski telah terima jawaban, Dharma tak langsung masila, ambil canang dan dupa seperti pemedek lainnya. Ia bimbang. Peralatan sembahyangnya ia taruh, lantas ia jalan-jalan mengitari pura.  

Pura padharman itu tak seperti yang ia lihat enam tahun lalu. “Terlalu banyak perubahan yang terjadi,” bisik hatinya. Kini di belakang jeroan pura sudah bertambah areal sekitar dua are. Di atasnya dibangun sebuah unit bangunan permanen  tempat peristirahatan pemangku, peristrirahatan pemedek yang kemalaman termasuk fasilitas mandi cuci dan toilet. Selain itu juga terdapat sebuah bangunan stil Bali yang tinggi yang diperuntuKkan untuk kegiatan samadhi. Melihat fasilitas itu sarjana teknik ini berdecak-decak kagum. 
Bangunan utama dua pelinggih dengan meru tumpang sebelas ini pun jauh berbeda. Ia ingat betul bagaimana ketika dulu pertama pedek tangkil ke padharman ini: masih sangat sederhana. Dua buah bangunan bale kosong tempat umat mempersiapkan banten masih biasa, beratap seng dan belum berkeramik seperti  sekarang. Kini pelinggih utama dibangun berukir dan menjulang, bale bengong berbatu hitam dan berkeramik. Pelataran pura ditata bak halaman hotel berbintang dengan taman yang indah. “Ini menambah kekhusukan mengahturkan sembah bhakti,’’ ungkapnya. Sesaat ia tersadar dan segera ia tunaikan niatnya menghaturkan sembah yang tertunda. Tak lupa ia medana punia dan sempatkan diri bercakap-cakap dengan pamangku, untuk menemukan jawaban dari pertanyaan yang menggayut dalam hatinya.
memugar pura, foto: widnyana sudibyaMemang, dalam lima tahun belakangan pembangunan fisik pura-pura padharmanmakin marak. Ini diakui Prof Ir Ketut Rika, penaseihat organisasi Maha Gotra Sanak Sapta Resi (MGSSR) yang kini memiliki Pura Ratu Pasek yang megah. Menurut mantan dekan Fakultas Peternakan Universitas Udayana ini, pembangunan fisik pura dengan tujuan utama memperbaiki, akan menambah kekhusukan pemedek  menjalankan sembah bhakti. “Umat makin sadar arti penting pura kawitan atau pura pa- dharman,“ ujar Rika. Dalam pengamatannya, umat Hindu memiliki keyakinan diri jika mengetahui kawitan ataupadharman mereka. Ada ke-yakinan, Batara Kawitan akan melimpahkan ketentraman dan kesejahteraan.
Sebab banyak kejadian, permasalahan-permasalahan yang muncul dalam rumah tangga atau keluarga setelah ditanyakan pada orang pintar disebabkan karena umat lupa atau tidak tahu dengan Batara Kawitannya.  Atas dasar itu akhirnya mereka menghimpun diri sesuai dengan soroh atau kelompoknya untuk kemudian bersama-sama sembah sujud ke batara kawitan. “Mereka merasa  hanya sembah sujud  tak cukup, jika kondisi fisik pura tidak memberikan rasa tentram dan aman,” tambah Rika.
Setiap soroh yang membangun pura mengandalkan dana punia warga dan bantuan pemerintah. “Kalau hanya dana punia tak cukup,’’ lanjut guru besar Fakultas Peternakan Unud ini. Oleh karena itu ia tak melihat unsur paksaan untuk pungutan wajib bagi warga padharman. Pun tidak ada denda bagi yang tidak menyumbang, semua atas dasar kerelaan. 
Dana punia tidak saja dalam bentuk dana punia uang tapi juga material atau pembia-yaan total pengerjaan sebuah pembangunan. Ini terjadi pada pembangunan di Pura Ratu Pasek. Salah seorang warga Pasek menanggung total biaya pembuatan candi bentar. 
Kesemarakan pembangunan pura  sempat menimbulkan silang opini. Para soroh dituduh jor-joran. Kecemburuan muncul dari padharman dengan sedikit penyungsung. Bagi Rika, pembangunan ini bertujuan membangun SDM umat, bukan untuk jor-joran. Pihaknya juga membantu soroh lain, memanfaatkan bersama fasilitas milik warga pasek oleh warga lain. “Terkadang kami membantu sampai pembuatan proposal,’’ ujarnya menepis kesan eksklusif. 
Maka, padharman pun dilengkapi MCK, peristirahatan, tempat semedi hingga perpustakaan. Warga Pasek berencana meng-adakan penataran kepemangkuan untuk warga Pasek, warga lain, termasuk juga peserta dari luar Bali, misalnya Banyuwangi.  Kegiatan yang kedua kalinya ini, akan dilaksanakan di wantilan pura padharman Ratu Pasek, bertepatan dengan pemelaspasan semua unit gedung baru, candi bentar dan palinggih utama.
Jung Iryana 

Comments

Popular posts from this blog

Sasih Kaulu: Mulai Ngaben dan Nganten

Setelah Buda Kliwon Pahang, 9 Februari 2000, mulai baik melangsungkan kegiatan upacara perkawinan (nganten) maupun ngaben. Namun, hujan sering mengguyur. Hati-hati dengan blabur Kaulu. Sasih Kaulu (bulan Kedelapan) kali ini bermula sejak Saniscara (Sabtu)-Umanis, wuku Pujut, tanggal 5 Februari. Akan berakhir pada Redite (Minggu)-Kliwon, wuku Medangkungan, tanggal 5 Maret 2000 nanti. Dalam perhitungan kalender Bali, sasih Kaulu ini  nguya Karo . Artinya, sasih ini terpengaruh oleh karakter umum sasih Karo (bulan Kedua). Itu sebabnya, selain mendung dan hujan deras yang menjadi ciri umum Kaulu, udara dingin Karo pun bakal menghembus.  Cuma, bila hujan tak kunjung turun, langit bakal tersaput awan tebal. Di siang hari, ini akan menjadikan cuaca sangat gerah, meskipun sinar matahari tak terik. Yang perlu dicermati benar: hati-hatilah dengan intaian  blabur  Kaulu. Datangnya bisa sewaktu-waktu berupa hujan angin amat lebat beberapa hari sehingga memicu banjir deras. Ai...

SARAD

  Beginilah kami haturkan sembah kami  ke hadapan-Mu,  Hyang Paramakawi .  Karunia beras-Mu  kami tumbuk-tumbuk jadi tepung sari tepung kasih-Mu kami  ulat-ulat  jadi adonan dasar buat persembahan memuja-Mu. Beginilah kami memulai memaknai anugerah-Mu,  Pakulun Hyang Paramakawi , dengan tangan renta ini kami pilin-pilin angkara inderawi yang senantiasa menggoda kelobaan hati kami. Dengan napas terkendali di jagat diri dengan arah pikir memusat ke puncak keberadaan-Mu kami persembahkan kebeningan hati  Maka, jadikanlah jiwa kami damai berkatilah anak cucu kami yang belia berjari lentik itu ketekunan menimba kearifan tradisi merangkai butir demi butir tepung  menjadi untaian persembahan benar mulia, suci, dan indah. .   Maka, inilah  SARAD  persembahan kami  Ampunilah, Duh Hyang, hanya untaian cinta berbentuk  kayonan  cerah  makenyah  kami letakkan di sisi kiri  pamedal genah tawur   di...

Wuusssss….. I Tundung Lewat

Wuusssss….. I Tundung Lewat Orang Tenganan Pegringsingan yakin, selain berkat awig-awig, kelestarian hutan mereka beserta isinya juga karena dijaga ketat oleh seekor ular siluman bernama I Lelipi Selahan Bukit. Sebelum menjadi ular, ia adalah seorang manusia bernama I Tundung. Kisah I Tundung ini tetap menjadi cerita rakyat yang sangat menarik hingga kini. Alkisah, seorang lelaki bernama I Tundung sehari-hari menjaga kebun milik I Pasek Tenganan di Bukit Kangin. Tegal Pasek, kendati sudah dijaga Tun-dung, sering kecurian. Hari ini nangka yang hilang, besok pasti durian atau nenas yang lenyap. Tentu Tundung sangat geram. Berhari-hari ia mengintip si pencuri, tetapi selalu saja lolos. Ia pun bersemedi, meminta bantuan Yang Gaib agar  berubah jadi ular (lelipi). Ketekunan tapanya dika-bulkan. I Tundung bisa bersiluman  jadi lelipi.