Skip to main content

Om Swastiastu

SARAD

  Beginilah kami haturkan sembah kami  ke hadapan-Mu,  Hyang Paramakawi .  Karunia beras-Mu  kami tumbuk-tumbuk jadi tepung sari tepung kasih-Mu kami  ulat-ulat  jadi adonan dasar buat persembahan memuja-Mu. Beginilah kami memulai memaknai anugerah-Mu,  Pakulun Hyang Paramakawi , dengan tangan renta ini kami pilin-pilin angkara inderawi yang senantiasa menggoda kelobaan hati kami. Dengan napas terkendali di jagat diri dengan arah pikir memusat ke puncak keberadaan-Mu kami persembahkan kebeningan hati  Maka, jadikanlah jiwa kami damai berkatilah anak cucu kami yang belia berjari lentik itu ketekunan menimba kearifan tradisi merangkai butir demi butir tepung  menjadi untaian persembahan benar mulia, suci, dan indah. .   Maka, inilah  SARAD  persembahan kami  Ampunilah, Duh Hyang, hanya untaian cinta berbentuk  kayonan  cerah  makenyah  kami letakkan di sisi kiri  pamedal genah tawur   di...

Cosss.... Celeng Hilang Makecos

Wayan Rupa, perajin ukir kayu dari Sukawati, contoh orang Bali yang pintar mensyukuri hidup. Ber-awal dari hanya bekerja sebagai tukang ukir pada seorang majikan, dua tahun kemudian Wayan sudah mandiri seiring dengan mengalirnya pesanan ukiran dan bangunan Bali. 

Menapaki usia 65 tahun, hidup Bapa Wayan kian enteng karena telah memiliki usaha pemborong bangunan Bali dan sebuah art shop yang dikelola anak lelaki-nya. Dia tidak menampik kalau pembangunan hotel wisata telah memberi jalan baru pada kehidupannya yang lebih sejahtera. “Walau begitu, saya tidak mau diperbudak pariwisata.  Saya harus tetap lebih meningkatkan bakti kepada Hyang Widhi,” begitu tangkisnya jika ada yang bertanya mengapa ia lebih memilih pariwisata ketimbang jadi petani. 

Bapa Wayan yakin, wisatawan datang ke Bali karena Bali unik, dan keunikan Bali adalah ciptaan Hyang Widhi. Karena itu, melaksanakan ajaran agama adalah jalan untuk berterimakasih kepada-Nya agar keunikan Bali dipelihara, sehingga wisatawan tetap berdatangan dan dia tak kehilangan pangupa jiwa (mata pencaharian).
Logika Bapa Wayan ini sangat sederhana namun terasa ada benarnya. Ia memang dikenal pandai memainkan logika.  Tetapi sepandai-pandai Bapa Wayan berlogika, sekali tempo pasti terkecoh juga. 

Beberapa tahun silam di Pura Pasar Agung diselenggarakan upacara besar setingkat tawur. Bapa Wayan yang rajin ngayah di Pura Kahyangan Jagat tidak ketinggalan turut ngayah di Pura Pasar Agung itu. Berhari-hari ngayah, Bapa Wayan pun tahu kebutuhan yang mendesak untuk karya agung. Saat rapat panitia membahas kelengkapan bahan-bahan upakara, terungkap masalah kekurangan 5 ekor babi. Mendengar kesulitan itu, langsung saja Bapa Wayan meng-acungkan telunjuk menyatakan kesediaannya ngaturang celeng (babi). Tidak tanggung-tanggung, dia menyanggupi ngaturang celeng 5 ekor.

Keesokan harinya, Bapa Wayan mampir di Blahbatuh, di rumah sahabatnya, membeli 5 ekor babi masing-masing beratnya lebih dari 150 kg. Kelimanya dimasukkan ke dalam tumpung (anyaman bambu) lalu diangkut ke atas mobil pikup. Empat tumpung aman berada di dalam bak pikup, namun yang terakhir berada di atas permukaan bak. Khawatir tumpung kelima terjatuh, Bapa Wayan kembali bermain logika: lima tumpung babi itu diikat pada lubang anyaman sehingga terjalin menjadi satu. Dengan begitu, pikir Bapa Wayan, tumpung terakhir tidak mungkin terlepas. Berangkatlah dia seorang diri, menjadi sopir, jadi pangayah, dengan penuh keyakinan dan rasa bakti, menelusuri jalan hotmix  meninggalkan Blahbatuh.

Sepanjang jalan mulus hotmix memang aman-aman saja, lancar-lancar, babi-babi dalam tumpung tertidur lelap. Menjelang subuh, Bapa Wayan memasuki Desa Selat. Mobil pikup Bapa Wayan dengan muatan mulai terguncang-guncang melintasi jalan bopeng-bopeng yang rusak akibat gilasan truk pengangkut galian C. Jalanan desa masih sangat sepi. Bapa Wayan menyetir mobil dengan santai sambil bersiul mengiringi irama joged bumbung dari tape mobilnya. Sesekali jemarinya menghentak stir seolah dia menabuh kendang joged yang energik  itu. Sekali-sekali celeng-celeng itu berteriak guiiittt.... guiiittt.... guiiittt.... karena guncangan mobil, seperti suitan penonton joged yang binal.

Sesampai di jaba pura (halaman depan), dipanggilnya beberapa pangayah untuk membantu menurunkan dan mengangkut lima ekor babi itu. Betapa terkejut Bapa Wayan tatkala melihat tumpung teratas kosong melompong dengan tutup terbuka. Rupa-nya, goncangan keras sepanjang jalan yang rusak menyebabkan seekor babi menghentak-hentak anyaman penutup tumpung yang mengurungnya. Ditendang-tendang babi seberat 150 kg menyebabkan penutup tumpung itu terbuka. Dan … coosss....... babi pun makecos (melompat) ke jagat bebas, hilang…!

Bapa Wayan terbengong-bengong me-logikakan kelalaiannya,  karena terlalu percaya pada logika, yang ternyata kalah oleh ins-ting si babi. Akhirnya Bapa pasrah, tak hendak berbalik mencari si babi. Ia mencoba berlogika lagi: “Kalau pun aku mencarinya, tak mungkin babi sial itu nyontol duduk manis menunggu saya datang menjemputnya.” 
Nah, kali ini logikanya betul. Bapa Wayan yang suka bercanda ini tersenyum-senyum sendiri. “Mungkin celeng itu leteh (sial), tak pantas dipersembahkan ke pura,” bisik hatinya menghibur diri. Mungkin juga celeng itu lagi bingung, tak tahu orang kampung mana yang ia pilih sebagai bos, menjadi pemiliknya yang baru. Tak urung, o-rang-orang desa juga ikut bingung. “Ada celeng ngeleb...... ada celeng ngeleb.....!  (Ada babi lepas)!” teriak mereka. Mereka saling tanya, dan tak seorang pun tahu jawabnya, celeng siapa itu gerangan.

Nah, jika kebetulan ada penduduk desa itu sempat membaca SARAD, mereka akan tahu: “Ooo.... ternyata yang dulu itu celeng milik Bapa Wayan Rupa dari Sukawati!” 

WS, AS

MARET 2000, No.3 Th.I


Comments

Popular posts from this blog

Sasih Kaulu: Mulai Ngaben dan Nganten

Setelah Buda Kliwon Pahang, 9 Februari 2000, mulai baik melangsungkan kegiatan upacara perkawinan (nganten) maupun ngaben. Namun, hujan sering mengguyur. Hati-hati dengan blabur Kaulu. Sasih Kaulu (bulan Kedelapan) kali ini bermula sejak Saniscara (Sabtu)-Umanis, wuku Pujut, tanggal 5 Februari. Akan berakhir pada Redite (Minggu)-Kliwon, wuku Medangkungan, tanggal 5 Maret 2000 nanti. Dalam perhitungan kalender Bali, sasih Kaulu ini  nguya Karo . Artinya, sasih ini terpengaruh oleh karakter umum sasih Karo (bulan Kedua). Itu sebabnya, selain mendung dan hujan deras yang menjadi ciri umum Kaulu, udara dingin Karo pun bakal menghembus.  Cuma, bila hujan tak kunjung turun, langit bakal tersaput awan tebal. Di siang hari, ini akan menjadikan cuaca sangat gerah, meskipun sinar matahari tak terik. Yang perlu dicermati benar: hati-hatilah dengan intaian  blabur  Kaulu. Datangnya bisa sewaktu-waktu berupa hujan angin amat lebat beberapa hari sehingga memicu banjir deras. Ai...

SARAD

  Beginilah kami haturkan sembah kami  ke hadapan-Mu,  Hyang Paramakawi .  Karunia beras-Mu  kami tumbuk-tumbuk jadi tepung sari tepung kasih-Mu kami  ulat-ulat  jadi adonan dasar buat persembahan memuja-Mu. Beginilah kami memulai memaknai anugerah-Mu,  Pakulun Hyang Paramakawi , dengan tangan renta ini kami pilin-pilin angkara inderawi yang senantiasa menggoda kelobaan hati kami. Dengan napas terkendali di jagat diri dengan arah pikir memusat ke puncak keberadaan-Mu kami persembahkan kebeningan hati  Maka, jadikanlah jiwa kami damai berkatilah anak cucu kami yang belia berjari lentik itu ketekunan menimba kearifan tradisi merangkai butir demi butir tepung  menjadi untaian persembahan benar mulia, suci, dan indah. .   Maka, inilah  SARAD  persembahan kami  Ampunilah, Duh Hyang, hanya untaian cinta berbentuk  kayonan  cerah  makenyah  kami letakkan di sisi kiri  pamedal genah tawur   di...

Wuusssss….. I Tundung Lewat

Wuusssss….. I Tundung Lewat Orang Tenganan Pegringsingan yakin, selain berkat awig-awig, kelestarian hutan mereka beserta isinya juga karena dijaga ketat oleh seekor ular siluman bernama I Lelipi Selahan Bukit. Sebelum menjadi ular, ia adalah seorang manusia bernama I Tundung. Kisah I Tundung ini tetap menjadi cerita rakyat yang sangat menarik hingga kini. Alkisah, seorang lelaki bernama I Tundung sehari-hari menjaga kebun milik I Pasek Tenganan di Bukit Kangin. Tegal Pasek, kendati sudah dijaga Tun-dung, sering kecurian. Hari ini nangka yang hilang, besok pasti durian atau nenas yang lenyap. Tentu Tundung sangat geram. Berhari-hari ia mengintip si pencuri, tetapi selalu saja lolos. Ia pun bersemedi, meminta bantuan Yang Gaib agar  berubah jadi ular (lelipi). Ketekunan tapanya dika-bulkan. I Tundung bisa bersiluman  jadi lelipi.