Skip to main content

Om Swastiastu

SARAD

  Beginilah kami haturkan sembah kami  ke hadapan-Mu,  Hyang Paramakawi .  Karunia beras-Mu  kami tumbuk-tumbuk jadi tepung sari tepung kasih-Mu kami  ulat-ulat  jadi adonan dasar buat persembahan memuja-Mu. Beginilah kami memulai memaknai anugerah-Mu,  Pakulun Hyang Paramakawi , dengan tangan renta ini kami pilin-pilin angkara inderawi yang senantiasa menggoda kelobaan hati kami. Dengan napas terkendali di jagat diri dengan arah pikir memusat ke puncak keberadaan-Mu kami persembahkan kebeningan hati  Maka, jadikanlah jiwa kami damai berkatilah anak cucu kami yang belia berjari lentik itu ketekunan menimba kearifan tradisi merangkai butir demi butir tepung  menjadi untaian persembahan benar mulia, suci, dan indah. .   Maka, inilah  SARAD  persembahan kami  Ampunilah, Duh Hyang, hanya untaian cinta berbentuk  kayonan  cerah  makenyah  kami letakkan di sisi kiri  pamedal genah tawur   di...

SARAD Klik





Surat itu dilayangkan dari nun jauh disana: Belgia. Pengirimnya, Adam Gunter, cuma butuh beberapa detik mengirim surat itu sampai di Redaksi SARAD, di Denpasar, Bali. Segera kami sadar, inilah surat elektronik (e-mail) pertama yang kami terima sejak kami on-line di jagat maya internet, minggu pertama Januari 2000. 

Tekad membuat situs web muncul begitu kami merancang SARAD edisi cetak. Usul itu dilontarkan Made Widnyana Sudibya, yang menekuni website sejak dua tahun terakhir. Dialah yang kemudian menjadi webmaster kami.
Sejumlah website sudah digarap rekan yang kami akrab sapa Pak Wid ini. Jika  Anda seorang peselancar di dunia maya, lantas bertemu dengan baliethnic.com, itulah salah satu situs rancangan Pak Wid. 
‘Tukang insinyur’ jebolan Jurusan Arsitektur Fakultas Teknik Unud ini, mengaku girang tak alang kepalang ketika sejumlah e-mail lainnya masuk susul-menyusul. Dia pun sigap membalas setiap surat, sama sigapnya dengan mengganti batang demi batang rokok yang selalu ngepul di bibirnya. Tak jarang rekan kami satu ini tersenyum-senyum sendiri. Kadang tercenung – entah-lah, apa memang serius atau sekadar pura-pura serius. 
Sesekali dia menjitak jidatnya sendiri. Pusing? Boleh jadi. Soalnya, Pak Wid yang juga bertanggung jawab pada dokumentasi foto SARAD ini, tak puas cuma dapat pujian. “Biar adil, mesti-nya ada yang mengkritik atau ngasih masukan,” ujarnya, lalu menyeruput kopi yang entah sudah berapa kali ditambah.  Surat-surat yang bisa Anda baca di SARAD edisi ini, Pembaca, memang kami turunkan utuh, apa adanya. Tak ada sensor. Kalau isinya lantas seperti yang ‘dikeluhkan’ Pak Wid, barangkali ini membuktikan, betapa Bali oleh Bali dirindukan banyak orang. Tak cuma orang Bali yang rindu, orang asing semacam Adam Gunter itu pun mensinyalkan kerinduan serupa. 
Guna menawar kerinduan itu pula SARAD edisi cetak kami tambah halamannya, menjadi 60. Rubrik-rubrik baru, seperti Kone dimunculkan. Ada pula beberapa rubrik  ‘jatahnya’ ditambah. Ida Dane dan Tawah-tawah, misalnya, semula satu halaman, kini jadi dua. Sementara  edisi on-line pun terus dibenahi Pak Wid. Tak jarang rekan kami yang satu ini terlihat begitu suntuk di depan komputer, hingga larut malam. Bahkan, bisa sampai dini hari. 
Melahang jite nyanan maakah di komputere, Pak Wid,” seloroh seorang teman lainnya. Maksudnya, tentu saja mengingatkan, agar jangan sampai sakit ambien diam-diam menyodok ayah dua anak yang suka ngayah motrek di pura-pura Sad Kahyangan ini. 
Bila kini Anda mengklik SARAD di  www.saradbali.com lantas muncul data tentang hari dan tanggal lengkap dengan ramalan-ramalan hari baik (subha dewasa)-nya, ya itulah buah kerja Pak Wid yang sudah jadi korban iklan kursi ‘kalau duduk lupa berdiri’ ini. Situs itu juga segera diisi rubrik gamelan Bali yang bisa dimainkan on-line dari seantero belahan dunia. 
SARAD menjadi sarana temu wirasa bagi Anda yang peduli dan bangga Bali, itu harapan kami, memang. Tentu terasa indah, bila temu wirasa itu tak cuma melibatkan Bali di Bali, tapi juga Bali di luar Bali, bahkan Bali di luar negeri. Keinginan begitu tak akan terwujud cepat dan murah kalau tak ada kemudahan yang diberikan internet. 
Nah, selamat meng-klik SARAD. Kalau kemudian Anda keranjingan sampai berjam-jam di depan komputer, bisa jadi Anda sudah ketularan ‘penyakit’ rekan kami, Pak Wid. Segeralah hubungi dia di e-mail red@saradbali.com, atau langsung ke webmaster@saradbali.com

SURAT PEMBACA

Selamat, SARAD
Selamat atas terbitnya majalah SARAD, semoga dapat menjadi media pemersatu umat
Dwi Sumadi
Denpasar
info@balinesia.com
 

For first edition that;s great and wonderful so keep your mission to make everybody knows about our religion, culture and traditions. Please, send me for second edition. My address : Jl.Nangka Gang Paksimas I/7 phone 264135. Successful for all of you.
Widiana Kepakisan
Denpasar
widkiss@indo.net.id
 

Selamat atas terbitnya SARAD edisi perdana. Tampilan bagus, isi variatif semoga terus berkembang tolong ditambahkan filosofi praktek ajaran agama kita seperti  manusia yadnya kepus pungsed, tutug kambuahan, tiga bulan, otonan, mungkin juga perhitungan panca wara, sapta wara dalam perhitungan ala ayuning dewasa
Terimakasih
Suartika
Jakarta
suartika@hotmail.com
 

Selamat atas diterbitkan dan di-onlinekannya majalah khusus tentang Bali ini. Kalau bisa dibuatkan versi English-nya sehingga bisa dipakai sebagai ajang promosi Bali di luar negeri, dan seterusnya kalau bisa diusahakan dimuat di majalah-majalah asing.
Terima kasih
I Wayan Budhiana Putra
639798 Singapore
wbud15@hotmail.com
 

Om Swastyastu
Deka mengucapkan selamat atas kelahiran majalah Sarad. Hm... sangat ciamik. Dengan sentuhan desain-nya yang begitu Bali, telah melahirkan rasa rindu akan tanah Bali Dwipa. Penghargaan yang tulus tiang ucapkan kepada pimpinan dan staf Redaksi. Selamat berkarya, maju terus, pantang mundur.
Khusus untuk Bli Ketut Sumarta, salam Sekeha Demen dari Jakarta. 
Om Shanti, Shanti, Shanti Om.
Ida Ayu Eka Januarini (Deka)
Jakarta
ekati@rajawali.bankjaya.co.id
 

Om Swastyastu,
Selamat tiang ucapkan atas on-line-nya SARADBALI. Tampilannya memang sangat memukau dan nuansa kebaliannya sangat kental terlihat. Sedikit pesan buat masyarakat Bali, tetaplah jalin persatuan dan kesatuan dan jangan mudah terprovokasi. Ketidakpuasan dan kedengkian hanya melahirkan kehancuran. Salurkan aspirasi anda lewat media yang tepat. 
Om Santhi Santhi Santhi, Om
Made Sumertajaya
Bogor
s3-stk@indo.net.id
 

Selamat meng-SARAD-online. Semoga panjang umur. Eh, kenapa foto-fotonya tak dikasih caption?
Hawe Setiawan
Jakarta
hawesetiawan@hotmail.com

Teks foto dan nama pemotretnya akan tampak jika cursor mouse diletakkan di atas foto.  Kami sedang mengupayakan memakai Java Script untuk caption foto. - Red
 

Selamat! semoga media ini menjadi bahan renungan mendalam tentang segala perubahan dan perkembangan Bali
Tenggara
Kupang, NTT
tenggara@la.com
 

Selamat atas terbitnya majalah SARAD, karena majalah ini merupakan majalah yang penuh dengan sentuhan daerah Bali
Suartini
Jakarta Selatan
tini@plasmedia.com
 

Selamat Datang dan Langganan
Kaget membaca hari ini dalam mingguan DETAK bahwa sebuah majalah kebudayaan yang baru saja terbit telah muncul di internet dengan situs sendiri. Maka, malam ini saya langsung coba membukanya. Nah, hebat ... apa yang dapat Anda perlihatkan! Semoga Anda sukses selamanya.
Mohon mencatat kami sebagai pelanggan tetap mulai Thn I, Nomor 1.  Alamat Pos : KITLV,  Kotak Pos 4002,  Jakarta 12040. Alamat kantor : Taman Widya Chandra No. 8, Kompleks LIPI D/4 Jakarta. Fax: 021 - 527.34.89. Mohon juga mengirimkan tagihan untuk langganan satu tahun sekaligus, termasuk ongkos kirim.
Salam.
Jaap Erkelens
Perwakilan KITLV, Jakarta

Para Pemimpin, Sadarlah!
Ya, para pemimpin, sadarlah. Mulai dari pemimpin rumah tangga, pemimpin perusahaan, pemimpin agama, pemimpin desa, hingga pemimpin daerah, dan seterusnya hingga pemimpin negara. Sekali lagi, sadarlah! Berhentilah saling hujat, berhentilah saling lempar isu, berhentilah saling menyalahkan, berhentilah saling ancam, berhentilah mengeluarkan omongan tak pantas di depan umum agar rakyat tenang, agar masyarakat damai. 
Sebagai warga masyarakat, kami kini butuh teladan prilaku yang nyata senyata-nyata-nya dari para pemimpin. Mulailah Anda semua berbuat, jangan hanya saling silang adu omong di media. Tunjukkan rasa bakti kepada Tuhan masing-masing dengan laku menghormati orang lain, dengan laku menjaga perasaan orang lain. 
Salam saya, seorang anak manusia.
Putri S Andini
Gatsu Timur, Denpasar 

Heran, Kehidupan Beragama
Mencermati situasi di Tanah Air belakangan ini, saya sebagai salah seorang anak bangsa ini jadi bingung . Tak habis mengerti dengan kerusuhan demi kerusuhan yang berlatar belakang sentimen suku, agama, ras, dan antargolongan. Situasi bagaimanakah yang sebenarnya sedang kita hadapi sekarang ini? 
Sungguh sangat membingungkan bagi saya. Lihat saja, orang-orang makin pintar ngomong agama. Tempat-tempat suci juga makin ramai dipadati umat masing-masing agama. Bahkan, anak-anak pun kini sudah hafal pengetahuan agama. Namun, sungguh sangat ironis, dalam kenyataan kehidupan beragama, kita justru saling curiga, saling kehilangan toleransi. Padahal, toleransi seyogyanya dilakukan oleh semua pihak, tidak bisa hanya satu pihak toleran sementara pihak lain justru terus menggencet pihak lain, dengan alasan apa pun. 
Ketika satu pihak toleran, berdiam diri, eh pihak lain terus saja merangsek, mengambil milik orang lain tanpa permisi dengan alasan sudah berlangsung lama tak apa-apa, tak ditegur. Di sisi lain, pihak lain pun bereaksisangat keras. Sementara, saban hari para elite agama-agama justru saling membikin kesepakatan, disorot televisi, disiarkan radio, dikutip media massa cetak. Ini apa artinya? Kenapa tetap saja terjadi kesenjangan, antara elite agama dengan umat masing-masing di bawah? Apakah ini sebagai pertanda kesepakatan hanya formalistik semata, apakah ini pertanda kita semua hanya beragama sebatas diotak, tanpa turun ke hati lalu diwujudnyatakan dalam prilaku?
Mudahan-mudahan kita semua sadar, rasanya ada yang keliru dan karenanya patut segera dibenahi dalam pengajaran agama kita, dalam ketokohan kita. Siapa sebenarnya yang pantas dinyatakan sebagai tokoh kalau begini? Saya harapkan media berhati-hati menokohkan orang, apalagi sebagai tokoh agama. Kalau cuma sebatas ngomong lantas dibilang tokoh, sungguh kita semua akan celaka. Agama bagi saya seyogyanya integritas antara pikir, kata, dan laku, persis seperti semboyan SARAD sebagai Majalah Gumi Bali yang mengupas prihal pikir, kata, dan laku. Orang yang merasa diri sebagai tokoh seyogyanya berkaca pada tetua-tetua di desa, yang tak terjamah media massa namun hidup rukun dan damai.
Gde Catur Paramartha
Gianyar
 

Ide Sangat Bagus
Selamat! Penerbitan majalah dan website SARAD itulah ide sangat bagus. Saya yakin bahwa upaya Anda memang menolong lestarikan kebudayaan dan jiwa Bali yang unik, baik di antara orang Bali yang sedang menghadapi nilai-nilai asing yang disebut “modern” maupun bagi mereka yang berencana memasuki jiwa yang baru.
Kendati merupakan karya orang Barat, saya setuju Island of Bali karya Miguel Covarrubias dan juga A House in Bali karya Colin McPhee merupakan dua contoh buku yang membuka pintu gerbang masuk semangat Bali. Selain The Balinese People, a Reinvestigation of Character dan Trance and Possession in Bali ciptaan Prof. Dr. Luh Ketut Suryani, tiada tulisan orang Bali tentang Bali yang terdapat di toko buku atau perpustakaan dunia Barat. Dengan demikian SARAD pasti akan memenuhi sebuah kekosongan.
Saya memang terharu oleh pasal tentang Ketut Kantor (yang sudah tampak dalam sebuah video National Geographic Magazine) dan Made Sija. Menurut saya kedua lelaki itu benar-benar berhasil mewujudkan semangatnya Bali tulen dengan baik.
Satu saran. Bagi mereka yang kurang terkenal (maksudnya mengenal - Red) dengan bahasa Bali (saya misalnya), rubrik penjelas dan terjemahan istilah-istilah khas yakin akan berkedayagunaan dalam pemahamannya.
Terimakasih atas perhatian anda.
Salam dari Belgia.
Gunter Adams
Belgia,
adams.gunter@skynet.be

Terima kasih. Saran Anda sudah kami penuhi. – Red. 

Bantu Buku Upakara
Om Swastyastu,
Pertama-tama, salut atas terbitnya SARAD on-line. Semoga SARAD tetap eksis karena isinya sangat informatif bagi orang seperti saya. 
Saya lahir dan besar di luar Bali, tapi toh bisa juga menikah dengan orang Bali. Baru sekarang saya benar-benar serius membuat upakara banten yang ternyata lumayan bikin pusing . Kalau saya tinggal di Bali, ngga masalah soal belajar macam-macam upakara, tapi ini saya tinggal dan kerja di Jakarta, yang ngga setiap saat bisa tanya-tanya kepada orang-orang yang pakarnya. Pertanyaan saya, ada tidak buku panduan membuat upakara banten? Paling tidak informasi dasarnya. Redaksi bisa bantu saya?
Sebelumnya saya ucapkan terima kasih.
Om Shanti, Shanti, Shanti
Monalita
Jakarta.
rjkayana@dnet.net.id

Terima kasih. Agar tak pusing, sebagai rujukan awal, Anda bisa membaca buku: (1) Upakara Yadnya; (2) Upacara Manusa Yadnya; (3) Catur Yadnya. Ketiganya disusun oleh Ny. I Gst Ag Mas Putra (sayang tak ada nama penerbit dan tahun terbitnya).  Selain itu, Anda juga bisa menghubungi penerbit Upada Sastra, d/a: Pusat Pertokoan Kertha Wijaya Blok D-11, Jl. Diponegoro 98, Denpasar 80113 - Bali. Telepon: (0361) 234161. Atau, Yayasan Dharma Naradha, Gedung Wismasari, Jl Gadung 22 Denpasar 80233, telepon: (0361) 229355; Bagian Pemasaran Penerbit Paramita, Jl Hayam Wuruk 127 Denpasar, telepon: (0361) 243966, 225177. SARAD sendiri akan membuka rubrik konsultasi majejahitan. Silakan layangkan surat Anda kepada kami, atau kirim via e-mail: red@saradbali.com. – Red. 

Salam Jegeg
Saya dapatkan edisi cetak dan sudah lihat juga edisi web SARAD. Sebagai orang Bali yang bangga akan Bali, saya ucapkan: Bravo ... bravo … ! Dan selamat atas terbitnya SARAD. Semoga dapat mengantarkan orang lain dan orang Bali lebih mengenal Bali, terutama budayanya.
Sekali lagi, semoga SARAD sukses untuk edisi-edisi selanjutnya
Salam jegeg,
Kadek Surya
Denpasar.

Comments

Popular posts from this blog

Sasih Kaulu: Mulai Ngaben dan Nganten

Setelah Buda Kliwon Pahang, 9 Februari 2000, mulai baik melangsungkan kegiatan upacara perkawinan (nganten) maupun ngaben. Namun, hujan sering mengguyur. Hati-hati dengan blabur Kaulu. Sasih Kaulu (bulan Kedelapan) kali ini bermula sejak Saniscara (Sabtu)-Umanis, wuku Pujut, tanggal 5 Februari. Akan berakhir pada Redite (Minggu)-Kliwon, wuku Medangkungan, tanggal 5 Maret 2000 nanti. Dalam perhitungan kalender Bali, sasih Kaulu ini  nguya Karo . Artinya, sasih ini terpengaruh oleh karakter umum sasih Karo (bulan Kedua). Itu sebabnya, selain mendung dan hujan deras yang menjadi ciri umum Kaulu, udara dingin Karo pun bakal menghembus.  Cuma, bila hujan tak kunjung turun, langit bakal tersaput awan tebal. Di siang hari, ini akan menjadikan cuaca sangat gerah, meskipun sinar matahari tak terik. Yang perlu dicermati benar: hati-hatilah dengan intaian  blabur  Kaulu. Datangnya bisa sewaktu-waktu berupa hujan angin amat lebat beberapa hari sehingga memicu banjir deras. Ai...

SARAD

  Beginilah kami haturkan sembah kami  ke hadapan-Mu,  Hyang Paramakawi .  Karunia beras-Mu  kami tumbuk-tumbuk jadi tepung sari tepung kasih-Mu kami  ulat-ulat  jadi adonan dasar buat persembahan memuja-Mu. Beginilah kami memulai memaknai anugerah-Mu,  Pakulun Hyang Paramakawi , dengan tangan renta ini kami pilin-pilin angkara inderawi yang senantiasa menggoda kelobaan hati kami. Dengan napas terkendali di jagat diri dengan arah pikir memusat ke puncak keberadaan-Mu kami persembahkan kebeningan hati  Maka, jadikanlah jiwa kami damai berkatilah anak cucu kami yang belia berjari lentik itu ketekunan menimba kearifan tradisi merangkai butir demi butir tepung  menjadi untaian persembahan benar mulia, suci, dan indah. .   Maka, inilah  SARAD  persembahan kami  Ampunilah, Duh Hyang, hanya untaian cinta berbentuk  kayonan  cerah  makenyah  kami letakkan di sisi kiri  pamedal genah tawur   di...

Wuusssss….. I Tundung Lewat

Wuusssss….. I Tundung Lewat Orang Tenganan Pegringsingan yakin, selain berkat awig-awig, kelestarian hutan mereka beserta isinya juga karena dijaga ketat oleh seekor ular siluman bernama I Lelipi Selahan Bukit. Sebelum menjadi ular, ia adalah seorang manusia bernama I Tundung. Kisah I Tundung ini tetap menjadi cerita rakyat yang sangat menarik hingga kini. Alkisah, seorang lelaki bernama I Tundung sehari-hari menjaga kebun milik I Pasek Tenganan di Bukit Kangin. Tegal Pasek, kendati sudah dijaga Tun-dung, sering kecurian. Hari ini nangka yang hilang, besok pasti durian atau nenas yang lenyap. Tentu Tundung sangat geram. Berhari-hari ia mengintip si pencuri, tetapi selalu saja lolos. Ia pun bersemedi, meminta bantuan Yang Gaib agar  berubah jadi ular (lelipi). Ketekunan tapanya dika-bulkan. I Tundung bisa bersiluman  jadi lelipi.