Jero Mangku Kusuma - Pawisik

Jika ingin tahu gairah bajang teruna kota menghadap Hyang Widhi, datanglah ke Pura Jagatnatha, di jantung Denpasar, saat purnama tilem. Inilah pura idaman kawula muda usia, pelajar, mahasiswa, dan pekerja belia. Banyak yang masih malu-malu, tak sedikit yang agresif, gesit, saling cubit, manja. Meriah. Yang paling tahu persis tingkah mereka tentu pemangku di Pura Jagatnatha: Jero Mangku Kusuma. “Kita harus memahami keinginan bajang teruna kita,” ujarnya teduh. 
Sudah 20 tahun ia mengabdikan diri di Jagatnatha. Ia pun fasih karakter daa teruna Denpasar. Yang dia peroleh adalah, “Melihat anak-anak muda itu, kita bisa meraba seperti apa wajah Hindu di masa depan,” katanya. Ada remaja yang sangat rajin tangkil, sehingga Mangku hafal betul raut wajahnya. Ada pula yang cuma ikut-ikutan ke pura. “Tapi jangan buru-buru menyalahkan mereka. Semua itu proses pencarian untuk bertemu Sang Pencipta,” ujar laki-laki yang fasih berbahasa Belanda, Spanyol, Perancis, Ingggris, dan Jerman ini. Jika ada wisa-tawan asing yang melihat-lihat lingkungan pura, ia suka mengantarnya. “Tiang dados guide gratis,” katanya senang, menyatakan dirinya mejadi pemandu wisata tanpa bayaran. 
Boleh jadi cuma dia pemangku yang fasih berbahasa asing. Iia lama di Eropa, lebih tiga tahun, sebelum perang kemerdekaan, mengikuti seorang Eropa yang jual beli mobil. Ketika di Spanyol ia mendapat pawisik: kalau ingin hidup tenang, ia harus pulang ke Bali, dan menjadi pemangku. 
Ia mengaku memang mendapat kebahagiaan itu setelah menjadi pelayan umat, apalagi setelah menyaksikan generasi muda Hindu rajin tangkil ke pura. “Saya jadi senang dan terharu,” katanya jujur.  
Acapkali ia melayani hingga larut malam, begitu suntuk, acap sampai dinihari. Keluarga angkatnya di Spanyol pernah membujuknya kembali ke Eropa, tapi ditolak-nya. Ia tetap memilih  menjadi pelayan umat. Apalagi umat Hindu dari Manado dan Jawa sering menanyakan bebantenan padanya. Lengkaplah sudah kebahagiaan dan ket

No comments:

Post a Comment