Pelopor Tedung dari Taensiat

Karena teguh mempertahankan kualitas, pajeng buatan Made Kara tersebar di banyak belahan dunia. Presden Sukarno pun  kagum dengan pajeng buatannya. Kini, Kara masih bisa melihat pajeng buatannya yang berumur 30 tahun, seumur dengan perjalanan usahanya membuat pajeng Bali
Made Kara, foto: AgustanayaFalsafah bisnis mengajarkan untuk mengambil setiap kesempatan bila ada jalan untuk melakukannya. Tapi ini tidak berlaku untuk Made Kara, pembuat pajeng asal Denpasar ini. Padahal jika ia mau kesempatan besar itu ada padanya. Pengalamannya dalam pembuatan pajeng pesanan Bung Karno saat pelaksaaan Asian Games di Jakarta tahun 50-an dulu bisa menjadi modal bagi usaha pajeng yang ia tekuni.
Awalnya Made Kara adalah seorang pragina arja. Ia banyak dibentuk oleh seniman-seniman besar seperti I Gusti Ngurah Redok, I Gusti Made Riuh (Penatih), hingga Nyoman Kakul di Batuan, Gia-nyar. Hanya saja nasibnya tak sepopuler guru-gurunya. Kara dikenal tidak sebagai pragina tapi sebagai pembuat pajeng prada.  Api tak jauh dari panggang, usahanya tak jauh  dari dunia seni.Dunia tarilah yang membawanya mengakrabi  bisnis pajeng Bali. Dari tari ia banyak tahu tentang perlengkapan tari seperti saput, badong, gelungan, ukiran hingga pernik-pernik kecil yang dibutuhkan pragina. Maka sembari tetap menekuni tari, jari-jarinya juga bermain di bisnisnya. Hasilnya berbagai jenis pajeng ia hasilkan dari pajeng kecil , pajeng jumbo, pajeng bertumpang hingga pajeng gantung yang sulit ditemui. 

Kebetulan ketertarikannya di pembuatan pajeng sejak lama ia pendam ketika ia aktif di bidang seni tari. Untuk itu ia curi ilmu dari seorang pembuat pajeng mumpuni di Kesiman. Pembuat ini sudah terkenal sejak zaman Belanda. Ia beli satu dan ia pelajari detail pembuatan pajeng. Ia coba-coba dan ia puas dengan hasil karyanya. Sampai akhirnya ia mendapat kepercayaan Pemda Bali untuk memenuhi pesanan Bung Karno untuk pembukaan Asian Games di Jakarta. Kebetulan saat itu ia terlibat banyak dalam tim tarian Bali yang dipercaya untuk mengisi acara pembukaan olahraga se-Asia itu. Ia sendiri dipercaya sebagai penanggungjawab dekorasi Stadion Senayan Jakarta. 
Ia pernah menekuni bisnis menyewakan pakaian tari. “Tapi sejak 1984 tiang putuskan untuk menekuni pembuatan pajeng saja,’’ ujar bapak tiga anak ini. 
Sekarang Kara masih aktif di bengkel kerjanya, dibantu isterinya, Made Supadmi dan anak-anak. Mereka sepakat, usaha mereka adalah usaha keluarga, semua proses dilakukan secara bersama-sama. Hasilnya, semua anaknya dapat membiayai kuliah sendiri dari bisnis pajeng.
Meski mengaku dibanjiri pesanan, Kara merasa cukup dengan keadaannya sekarang. Ia hanya khusus mengerjakan pajeng atas dasar pesanan. “Saya tak mau ambil permintaan pasar dalam bentuk kodian, meski permintaan untuk itu banyak sekali. Saya mengutamakan kualitas,’’ cetus pejuang kemerdekaan ini. 
Justru ia yang sering menawarkan sebagian pesanannya kepada pembuat pajeng lain. ‘’Sayang, kebanyakan mereka tidak mampu membuat pajeng berkualitas,’’ sambungnya sambil menunjukkan pajeng berumur 30 tahun buatannya yang kini ia perbaiki kain penutupnya. “Kayunya masih kukuh,”ujarnya. Pajeng made in Kara sulit ditiru orang, karena punya ciri tersendiri pada bagian tertentu.
Hidup sederhana dan bahagia di usia tua, di bilangan Banjar Tainsiat Denpasar, bersama keluarga ia tengah mengerjakan pesanan pelanggan utama mereka dari Hotel Oberoi Seminyak. Ia juga disibukkan dengan kegiatan memperbaiki pajeng jumbo yang ia produksi. 
Jika ada yang hendak menelusuri benang merah sejarah tedung Bali, niscaya Made Kara pelaku penting di dalamnya. Ia satu dari sedikit pelopor payung Bali, yang menikmati boom turisme.

Jung Iryana 

No comments:

Post a Comment