Ketut Sutarmin - Api Cinta Antonio Blanco

Ada dua Ronji yang dibalut kesedihan ketika pelukis Antonio Blanco meninggal di Ubud. Yang pertama adalah Ni Ronji yang dinikahi Blanco, ketika pelukis itu terpana oleh eksositisme pedesaan Bali di tahun 30-an. Ni Ronji yang kedua adalah Ketut Sutarmin (25) yang memerankan tokoh Ni Ronji dalam sinetron Api Cinta Antonio Blanco garapan Ja-tayuCakrawala Film. 
Sutarmin, yang juga sering dipanggil Ketut Melati, tak punya hubungan darah dengan Blanco, “Tapi karena memerankan Ronji, saya jadi dekat dengan dia,” tutur Ketut. “Saya sedih ketika mendengar berita dia me-ninggal. Tapi dia sudah sangat tua, ya?” katanya. 
Ketut, anak kedelapan dari sepuluh bersaudara, tak pernah mimpi jadi bintang sinetron. Ia coba-coba saja melamar setelah membaca iklan Jatayu memerlukan gadis Bali asli untuk memerankan Ni Ronji. Ia pun mengikuti tes, menyingkirkan sejenak pekerjaannya sehari-hari membantu kakaknya di salon di Kuta. Ia menyisihkan ratusan pelamar, “Karena kata mereka, saya memiliki semua yang disyaratkan sutradara,” kenangnya. 
Sebuah bintang sebenarnya telah lahir, tapi Ketut tak hendak meneruskan peruntungannya di sinetron. Ia lebih meneruskan profesinya yang dulu: menjadi model. 
Dari kampung halamannya, Bangli, Ketut ke Denpasar berniat cari pekerjaan. Ia kursus menjahit, tetapi tak kuat karena kaki-nya bengkak-bengkak. Setelah membantu kakaknya di salon, kadang ia menerima tawaran menjadi model, melenggok di catwalk atau menjadi model pelukis. 
Ia sempat bergabung dengan sebuah sekolah modeling. “Tapi sebenarnya saya freelancer,” katanya. Karena bebas, ia leluasa menolak  tawaran manggung kalau lagi tak mood. Seminggu dia bisa empat kali show, kadang bisa penuihseminggu.Gadis jenjang setinggi 175 cm ini pun menolak ajakan main sinetron yang ditawarkan beberapa produser dari Jakarta. “Sebab saya mencintai Bali, dan tetap ingin di Bali,” alasannya. 
Selain itu, “Saya tak suka terikat. Saya suka bebas,” akunya. Kebebasan itu bagi Ketut membuat ia punya cukup waktu untuk pulang kampung. Ia mengaku, sebagai orang Bali harus punya waktu khusus untuk libur, pulang ke desa mengikuti upa-cara adat dan agama. “Kalau odalan di pura kahyangan tiga, saya selalu menyempakan diri untuk pulang,” katanya. “Sesibuk apa pun, saya pasti mabakti.”  

No comments:

Post a Comment