Kaceluag

Piodalan di pura selalu menyuguhkan denyar warna-warni pakain umat yang datang bersembahyang. Yang masih bisa jelas dibedakan biasanya busana pemangku, seka gong dan pragina (penari) yang biasanya ngaturang ayah masolah. Selain alasan anut ring sasana (mengikuti aturan) prihal busana, perbedaan ini  perlu agar memberi ciri yang lebih jelas kepada sekaa gong dan pragina itu, sehingga tidak campur aduk dengan pamedek lainnya. 


Kejadian salah sangka akibat ciri busana pernah terjadi di Pura Penataran Agung Pucak Mangu saat piodalan Desember 1999 lalu. Lepas tengah hari, Panitia mengumumkan lewat pengeras suara agar para pengayah bersiap-siap mundut pralingga Ida Batara mapurwa daksina (mengelilingi pura) sebelum nyineb. 
Lebih dari sepuluh orang anggota sekaa teruna berbusana adat masuk ke natar pura sembari membawa tumbak. Orang-orang di sekitar natar ikut berdiri, mengira prosesi purwa daksina segera dimulai karena gamelan ditabuh menghentak irama baleganjur.  Eh… ternyata para teruna itu menari baris tumbak. Orang-orang yang semula ikut berdiri, satu persatu duduk kembali sambil mengulum senyum menoleh teman sebelahnya yang juga senyum-senyum, co-ngah. Tidak terjadi heboh, karena salah sangka itu tidak terlalu kentara. 
Usai tari baris tumbak, kembali terdengar pengumuman dari Panitia di jeroan agar para pamedek bersiap-siap melakukan persembahyangan sebelum nedunang pralingga Ida Batara. Bersamaan dengan itu delapan orang gadis membawa bokor kecil berisi kewangen, juga berbusana adat biasa warna-warni, mengambil tempat berjajar dengan sikap bersimpuh di tengah natar. Orang-orang di sekitar natar yang su-dah kaceluag (salah sangka) oleh si teruna baris tumbak nampak diam tenang-tenang saja. Barangkali tak ingin kehilangan tongkat kedua kali. 
Tiba-tiba dari arah candi bentar seorang ibu tergopoh-gopoh menuntun anak perem-puannya, mungkin karena mendengar pengumuman panitia, ikut bersimpuh di antara jajaran gadis-gadis itu. Rupanya dia menyangka acara pamuspaan sudah mulai. Ketika gadis-gadis di sebelahnya mengambil kewangen dan muspa, si ibu dan anaknya ikut mulai muspa. Saat akan muspa berikutnya, si ibu melirik gadis di sebelahnya. Nah, ternyata gadis-gadis itu melakukankan gerak tarian dalam sikap bersimpuh. Karuan saja si ibu kelabakan tak karuan, kebilbil. Merasa dirinya kaceluag, mukanya merah padam menahan malu.Buru-buru ia mengajak putrinya berlari kecil menuju jeroan. Di situ mereka mengulangi muspa dari awal, tangan puyung.  

Made Widnyana Sudibya

No comments:

Post a Comment